Seorang Ayah, dan Rahasia Paling Kelam dari Bone dan Kota Kendari

Ini hanyalah ilustrasi

Dari Laut ke Jeruji: Di Mana Seorang Ayah Menenggelamkan Dirinya Sendiri. Tega Merobek “Mahkota” Putrinya Sendiri

Oleh: Edy Basri

Ia pergi melaut.
Tapi bukan ikan yang ia bawa pulang—melainkan luka.

Ia memanggil anaknya ke tambak.
Tapi bukan kasih sayang yang ia tebarkan—melainkan trauma.

Namanya AM. Usianya 44 tahun.
Pekerjaannya nelayan. Tinggal di sebuah Lingkungan terpencil, (Maaf, dihasiakan, red) di Kabupaten Bone.

Dan Melati, bukan nama sebenarnya.
Gadis kecil itu baru berusia 14 tahun.
Ia belum sempat tumbuh dewasa—tapi sudah harus menghadapi kenyataan paling kejam: bahwa rumah bisa berubah jadi perangkap. Dan ayah bisa jadi orang pertama yang merobek hidupmu.

November 2024. Bone.

Sore menjelang magrib.
Angin pelan meniup pematang tambak.
“Ke perahu, Nak,” begitu kira-kira ajakan AM.
Bukan dengan ancaman. Tidak dengan kekerasan. Justru dengan kelembutan yang membius.

Melati menurut.
Ia percaya. Karena yang memanggilnya adalah ayah kandungnya.

Dan di atas pematang tambak itulah, kejahatan pertama dimulai.
Tempat yang biasa jadi persinggahan damai para nelayan, kini jadi saksi sebuah luka panjang.
Melati dipaksa.
Setelah itu, suara dingin menyusul:

banner 300x600

“Jangan bilang siapa-siapa.”

Tapi setan di dalam dirinya belum puas.
Dan Bone bukan satu-satunya panggung kebejatannya.

Februari 2025. Kota Kendari.

Awal bulan.
AM membawa Melati ke Kota Kendari.
Dalihnya sederhana: “bantu urus keluarga.”
Tak ada yang curiga.
Karena siapa pula yang menaruh curiga pada seorang ayah yang membawa anaknya sendiri?

Mereka tinggal sementara di rumah kontrakan.
Bukan rumah mewah. Bukan pula kumuh. Tapi cukup tersembunyi di pinggiran kota.
Tempat AM biasa tinggal saat musim paceklik melanda laut Bone.

Dan di situ, malam-malam kelam kembali datang.
Dua kali. Berturut-turut.
Dengan pintu tertutup.
Dengan lampu remang.
Dan dengan ketakutan yang membeku di dalam dada seorang anak perempuan.

Melati tak bisa lari. Tak bisa bicara. Tak bisa melawan.
Yang berdiri di depannya—adalah orang yang seharusnya melindunginya.

Maret 2025. Kembali ke Bone.

Tapi horor belum berakhir.
Karena iblis yang sama masih terus mengintainya.
Dan Bone kembali jadi saksi.

April 2025 – Bone.

Tiga kali berikutnya.
Di tempat yang sama: sekitar tambak milik AM.
Kejadian-kejadian itu seperti diputar ulang.
Dengan korban yang sama.
Pelaku yang sama.
Luka yang makin dalam.

22 Mei 2025. Titik Balik.

Melati akhirnya berani bicara.
Ia menceritakan semuanya kepada seseorang yang ia percaya.
Laporan dibuat ke Polres Bone.

6 Juni 2025, pukul 21.00 WITA.

Lingkungan Lapanning.
AM ditangkap saat hendak ke tambak.
Ia tidak melawan.
Hanya diam.

Mulutnya terkunci.
Tapi di matanya—seolah ada laut yang sudah kehilangan pantai. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup