Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

Feature

Syaharuddin Alrif: “Sudah Waktunya Sidrap Serius Urus Sawah”

Bupati Sidrap Pimpin Rakor Pertanian

Malam itu, Aula Rumah Jabatan Bupati Sidrap di Pangkajene dipenuhi ratusan tamu undangan. Lampu-lampu terang benderang menyapu setiap sudut ruangan yang penuh sesak.

Oleh: Edy Basri

YANG hadir…

Mulai dari kelompok tani, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kepala desa, pendamping masyarakat, hingga tokoh masyarakat dari seluruh daerah pemilihan.

Tak ketinggalan, para pejabat dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pengairan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa duduk rapi mendengarkan.

Ketua DPRD Sidrap, Takyuddin Masse, serta Wakil Bupati Nurkanaah pun hadir, menyimak dengan seksama.

Bupati Syaharuddin Alrif, lelaki yang akrab disapa Syahar, perlahan memegang alat pembesar suara. Wajahnya serius, tetapi penuh semangat. Ia membuka rapat koordinasi cetak sawah dan oplah non rawa untuk para PPL dengan sebuah alasan yang tak biasa.

“Saya undang malam ini supaya semua bisa hadir,” katanya tegas. “Makanya, siap-siap sampai subuh.”

Tawa kecil menyambutnya. Namun Syahar melanjutkan tanpa jeda.

“Kenapa saya undang semua? Karena saya ingin membahas secara detail 80 desa yang ada di Sidrap. Mau menyamakan persepsi. Jangan sampai ada beda tafsir, apalagi misinterpretasi, tentang program cetak sawah dan oplah non rawa.”

Ia mengingatkan bahwa selama ini banyak keluhan yang beredar di kalangan petani, penyuluh, dan kepala desa.

Keluhan soal keterbatasan sumber daya, seperti tidak adanya air irigasi, alat pertanian modern, kompa (mesin pemipil padi), pupuk, dan berbagai kekurangan lain yang seolah jadi alasan kegagalan produksi.

“Sekarang semua sudah lengkap, semua kendala itu sudah terbenahi,” tegasnya. “Bukan lagi ‘nikmat apa lagi yang kamu dustakan,’ tapi ‘dusta mana lagi yang kamu nikmatkan?’ Sudah waktunya kita jujur dan kerja bersama.”

Syahar mengajak semua pihak untuk melihat pertanian sebagai sektor utama dan sumber kehidupan masyarakat Sidrap. Menurutnya, pertanian harus benar-benar diproduksi, dieksplorasi, dan dijual. Bukan sekadar rutinitas atau basa-basi.

“Tiga bulan terakhir ini, kita sudah urai satu per satu kendala yang ada: serangan hama, ketersediaan pupuk, distribusi air irigasi, kualitas benih, dan harga gabah. Semua sudah kita tangani secara detail,” ujarnya.

Namun, Syahar juga jujur mengakui masih ada wilayah yang hasil panennya belum optimal. Misalnya di Wanio Tomoreng, sawah tadah hujan hanya menghasilkan 6 ton per hektare.

“Itu masih rendah. Saya ingin lebih,” katanya. “Kalau Toddang Bojo dan Bangkai bisa 8 ton per hektare, kenapa Wanio Tomoreng tidak bisa?”

Menurut Syahar, yang paling penting adalah mengoptimalkan produksi dengan memaksimalkan segala potensi dan fasilitas yang tersedia melalui penerapan agroteknologi dan manajemen sumber daya pertanian yang efektif.

“Ini bukan soal data lama,” lanjutnya, “sebelum saya dilantik, sawah irigasi di Sidrap tercatat sekitar 38 ribu hektare, sawah rawa lebak 1.500 hektare, total 50.227 hektare.”

Namun data itu baginya belum cukup. “Angka-angka itu statis. Tidak hidup kalau tidak diikuti aksi nyata di lapangan.”

Sejak dilantik bersama Wakil Bupati Nurkanaah, Syahar fokus turun ke lapangan, menyisir tiap desa, mengecek langsung kondisi sawah, berinteraksi dengan petani untuk melihat langsung penerapan best practices pertanian.

“Hasilnya, sekarang kita punya 21 ribu hektare sawah non irigasi. Dari jumlah itu, 18 ribu hektare sudah saya usulkan ke Kementerian Pertanian untuk dibantu,” ungkapnya.

Langkah ini dibuktikan dengan turunnya tim survei dari Universitas Hasanuddin dan Kementerian Pertanian. Mereka tidak hanya mendata luasan sawah, tapi juga kebutuhan petani secara langsung, dari alat, sarana produksi, hingga permodalan.

“Malam ini bukan sekadar rapat biasa,” katanya. “Ini pertemuan akbar untuk menyatukan langkah dan visi. Saya ingin memastikan tidak ada yang tertinggal.”

Syahar pun melakukan absensi langsung. Kepala desa yang tak hadir menjadi perhatian seriusnya. Ia meminta kepala OPD segera menelpon mereka untuk menanyakan alasan ketidakhadiran.

“Saya kecewa kalau ada yang tidak datang. Ini soal masa depan pertanian kita,” ujarnya.

Sebelum menutup pidatonya, Syahar kembali menegaskan komitmen pemerintahannya bersama Wakil Bupati Nurkanaah.

“Kita fokus di pertanian. Karena ini sektor yang paling banyak dikerjakan oleh masyarakat Sidrap. Kita tidak mau hanya jadi penonton. Kita mau jadi pelaku utama kemajuan pertanian.”

Malam itu, bukan hanya rencana yang dirumuskan. Semangat baru lahir di antara para petani, penyuluh, dan kepala desa. Di bawah cahaya lampu yang tak redup, Sidrap bertekad membangkitkan sektor pertaniannya dari tidur panjang.

Karena, bagi Syahar, membangun pertanian bukan hanya soal siang dan panas matahari. Kadang, malam pun harus dikorbankan demi masa depan yang lebih cerah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version