Udin, Anak Sidrap yang Gugur di Tanah Rantau Papua
foto ilustrasi
Sidrap, Katasulsel.com – Udin hanyalah satu dari sekian banyak perantau asal Sulawesi Selatan yang menggantungkan harapan hidup di tanah Papua.
Namun harapan itu padam seketika. Senin pagi, 16 Juni 2025, sekitar pukul 10.30 WIT, Udin dikabarkan ditemukan tak bernyawa di Kampung Samboga, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo. Tubuhnya bersimbah darah, penuh luka bacok.
Ia bukan tentara, bukan aparat negara. Ia hanya rakyat biasa yang ingin menjemput rezeki di negeri orang. Tapi takdir berkata lain. Udin tewas dalam serangan brutal yang diduga dilakukan kelompok separatis bersenjata, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM).
Satu rekannya, Edi, warga asal Banyuwangi, juga menjadi korban. Kini terbaring kritis, dua anak panah menancap di kepala, luka sayatan mengoyak wajah dan kepalanya.
“Korban meninggal dunia dalam kondisi luka bacok cukup parah. Rekannya selamat namun dalam kondisi kritis,” ujar Kombes Pol Yusuf Sutejo, Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz, dalam keterangan persnya, Selasa (17/6).
Serangan ini diyakini dilakukan oleh kelompok pimpinan Elkius Kobak, yang sebelumnya juga dikaitkan dalam sejumlah aksi kekerasan di wilayah Dekai, Yahukimo. Bahkan juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, secara terbuka mengklaim serangan itu di media sosial.
Namun, di balik fakta-fakta itu, ada rasa kehilangan yang jauh lebih dalam.
Di Sidrap, keluarga Udin menanti dalam kecemasan yang membisu. Tak ada yang pernah membayangkan perpisahan terakhir begitu sunyi dan tragis. Ia pergi dalam diam, meninggalkan duka yang tak akan mudah sembuh.
Udin adalah potret nyata warga kecil yang terjebak dalam konflik besar. Ketika politik bersenjata beradu dengan kepentingan kekuasaan, yang seringkali tumbang justru mereka yang tak bersenjata.
Rumah yang semestinya jadi tempat berlindung, berubah menjadi sasaran amuk kebencian.
Kini aparat tengah memburu pelaku. Tapi pengejaran tak akan menghapus air mata ibu Udin di Sidrap, atau meredakan trauma warga di Papua yang hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Dan hingga kedamaian benar-benar terwujud, luka seperti ini akan terus menganga.
Udin telah pergi. Tapi kisahnya menampar nurani: bahwa dalam pusaran konflik, kemanusiaanlah yang paling sering dikorbankan.
(*)
Oleh: Harianto
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan