Rosman Pulang, Bukan Tamu: Saya Bagian dari SMPN 1 Pitumpanua Wajo

Ia datang. Tapi bukan sebagai pejabat. Bukan sebagai Bupati Wajo.

Oleh: Marsose Gala

Ia datang sebagai anak yang pulang. Ke rumah yang lama ia tinggalkan. Ke ruang yang dulu penuh tawa dan diam. Ke bangku kayu yang mengajarinya mengeja hidup.

Hotel Almadera Makassar sore itu bukan lagi ballroom. Ia berubah wujud. Jadi ruang kelas. Jadi halaman sekolah. Jadi tempat pulang.

H. Andi Rosman berdiri. Tanpa teks. Tanpa naskah. Hanya suara dari dada yang ia keluarkan. Suara yang jujur. Suara yang hidup.

“Saya bukan tamu di sini. Saya bagian dari rumah ini.”
Itu bukan pidato. Itu pengakuan.

Suara itu tak tinggi. Tapi cukup untuk menggetarkan kenangan. Hadirin terdiam. Menatap. Seperti menatap potongan masa muda sendiri.

SPENSAPITโ€”nama sayang untuk SMPN 1 Pitumpanuaโ€”bukan sekadar sekolah.
Ia adalah akar. Ia adalah luka yang manis. Dan hari itu, luka itu dibuka kembali… dengan senyum.

Alumni kembali. Tapi bukan hanya untuk berfoto dan bernostalgia. Mereka datang membawa sesuatu:
semangat. harapan. dan cinta yang tak berubah bentuk.

banner 300x600

Rosman pun tahu itu. Ia tak menyebut soal jabatan. Tak bicara anggaran. Tak menyentuh program.
Yang ia bagi hanya satu: rasa.

โ€œTeman-teman saya hari ini… bukan sekadar kenalan lama. Mereka bagian dari saya.โ€

Kalimat itu tak butuh tepuk tangan. Karena yang menjawabnya bukan tangan. Tapi dada.

Lalu, berdirilah Dr. H. Amiruddin, S.Sos., M.M.
Ketua panitia. Alumni senior. Mantan Sekda Wajo.

Suaranya pelan. Tapi seperti air sumur dalam.
Jernih. Dan menyegarkan.

“Ini bukan soal seremoni,” katanya.
“Ini soal kebangkitan. Soal menghidupkan kembali rasa yang dulu pernah tumbuh.”

Kalimat itu seperti kompas. Menunjukkan arah.
Bahwa organisasi alumni ini bukan hanya papan nama. Tapi rumah besar.
Yang hidup. Yang bernapas. Yang bisa membesarkan.

โ€œIKA SPENSAPIT harus jadi tempat bertumbuh. Tempat berbagi. Tempat berkolaborasi.โ€

Rosman mendengar. Rosman paham.

Ia tahu. Yang paling berharga dari perjalanan panjang adalah tempat untuk kembali.

IKA SPENSAPIT bisa menjadi itu.
Bukan hanya komunitas nostalgia. Tapi sumbu sosial. Yang bisa menyala. Yang bisa menggerakkan.

Dan Rosman sedang menyalakannya.

Bukan dengan janji. Bukan pula program.

Tapi dengan ketulusan.
Dengan pulang.

Dan sore itu, Hotel Almadera bukan lagi gedung.
Ia adalah papan tulis yang dibuka kembali.
Dengan kapur kenangan yang menulis ulang nama-nama.
Termasuk satu nama: Rosman.

Yang pulang, bukan berkunjung. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup