Iran dan Israel Sepakat Gencatan Senjata: Dunia Menahan Napas
Jakarta, Katasulsel.com — Setelah dua belas hari yang mendebarkan, kabut mesiu akhirnya mulai mengendur.
Iran dan Israel, dua kekuatan yang selama hampir dua pekan saling menghujam langit dan tanah dengan rudal dan jet tempur, resmi menyepakati gencatan senjata.
Dunia menyambutnya dengan lega—namun juga dengan hati-hati.
Kesepakatan ini diumumkan secara terpisah oleh kedua negara pada Selasa (24/6/2025) dini hari.
Israel lebih dulu menyatakan bahwa tujuan militernya telah tercapai: menghancurkan sejumlah fasilitas nuklir dan sistem rudal balistik milik Iran.
Tidak lama kemudian, Iran merespons dengan pernyataan serupa, menyatakan penghentian operasi militer secara sepihak.
Sikap ini diperkuat oleh peran diplomasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang disebut menjadi kunci tercapainya kompromi.
Dalam kurun waktu kurang dari 48 jam setelah kunjungan mendadaknya ke Swiss, yang menjadi lokasi komunikasi tidak langsung antara kedua negara, Trump berhasil menjembatani gencatan senjata bersyarat.
Meski senjata diredam, narasi perang belum sepenuhnya usai. Baik Teheran maupun Tel Aviv menegaskan bahwa kesepakatan ini bukan akhir konflik.
Kedua belah pihak mengirimkan sinyal kuat bahwa jika salah satu pihak melanggar, respons militer akan kembali menjadi pilihan pertama.
Sebelum kesepakatan tercapai, serangan intens masih terjadi. Iran meluncurkan rudal hipersonik Fattah, yang diklaim mampu menembus sistem pertahanan canggih Israel dan menguasai langit musuh.
Di sisi lain, serangan udara yang diduga dilancarkan oleh Amerika Serikat menargetkan fasilitas nuklir rahasia Iran di Natanz dan Arak, yang memicu gelombang balasan dari Garda Revolusi Iran.
Secara global, pengaruh gencatan ini terasa cepat. Pasar energi langsung bereaksi: harga minyak mentah Brent turun hingga 5%, mencerminkan harapan bahwa konflik tidak akan meluas ke jalur minyak utama di Timur Tengah.
Negara-negara regional seperti Irak, Turki, dan China menyerukan agar deeskalasi dipertahankan dan dialog dilanjutkan.
Namun di balik angka dan pernyataan, dunia internasional tahu bahwa gencatan senjata bukan sinonim dari perdamaian. Kesepakatan ini, sebagaimana banyak gencatan sebelumnya di wilayah yang sama, bisa rapuh dan mudah runtuh jika kepentingan strategis kembali berbenturan.
Kini, diplomasi diuji. Dan dunia menahan napas—menanti apakah ini awal dari dialog damai, atau hanya jeda yang tenang sebelum badai berikutnya datang.(*)
📢 Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
👉 Klik di sini & tekan Ikuti
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan