Katasulsel.com

Portal berita terpercaya yang mengulas Indonesia dari jantung Sulawesi Selatan. Aktual, tajam, dan penuh makna.

HEADLINE

HKTI Bersatu di Munas Simatupang, Camelia Lubis: Ini Rekonsiliasi Sejarah Untuk Petani

HKTI Bersatu di Munas Simatupang

Jakarta, katasulsel.com — Musyawarah Nasional (Munas) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Hotel Aston Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (24/6/2025), bukan sekadar forum lima tahunan. Ia menjadi panggung rekonsiliasi yang dinanti. Sebuah babak baru dalam sejarah organisasi petani terbesar di republik ini.

Di ruang ber-AC yang dipenuhi aroma kopi dan optimisme, dua nama besar akhirnya menggeser ego: Moeldoko dan Fadli Zon. Dua kutub lama yang sempat menjauh, kini sepakat untuk melebur demi satu hal—petani Indonesia.

Moeldoko, yang masih menjabat sebagai Ketua Umum HKTI, membuka ruang besar untuk penyatuan. Bukan dengan syarat. Tapi dengan semangat kebersamaan.

“Lepaskan kepentingan pribadi. Ini untuk petani, bukan diri kita,” tegas Moeldoko, lugas namun tak menyisakan celah untuk multitafsir.

Ia juga menepis kekhawatiran akan adanya pihak yang tersingkir dalam penyatuan ini. Menurutnya, setiap kader yang memiliki komitmen dan kinerja akan mendapat tempat.

“Semua akan terlibat. Yang kerja keras, punya semangat—mereka bagian dari masa depan HKTI,” lanjutnya.

Tak hanya dari internal, dukungan juga datang dari dunia usaha. Wakil Ketua Kadin Indonesia, Andi Muhammad Yuslim Patawari (AYP), menganggap momentum ini sebagai sinyal positif bagi dunia pertanian nasional.

Bersambung……

“Organisasi besar yang bersatu demi petani, layak diapresiasi. Ini contoh bagaimana kepemimpinan visioner bekerja,” ungkap AYP.

Namun, panggung hari itu tidak hanya milik para pria. Seorang perempuan tampil sebagai juru tenun benang yang sempat kusut: Camelia Panduwinata Lubis.

Sekretaris Jenderal HKTI ini bicara tanpa retorika. Tanpa ornamen basa-basi. Tapi dalam setiap katanya, ada denyut idealisme yang hidup.

“Ini bukan hanya soal organisasi yang rujuk. Ini rekonsiliasi sejarah. Petani kita tidak butuh konflik, mereka butuh konsistensi perjuangan,” ujar Camelia.

Menurutnya, HKTI ke depan harus tampil sebagai rumah bersama. Tempat di mana gagasan pertanian organik, teknologi pertanian presisi, dan pemberdayaan petani muda bisa berproses secara inklusif.

“Munas ini harus menjadi momentum lahirnya peta jalan baru: HKTI yang modern, bersatu, dan berpihak,” tutupnya.

Malam semakin larut di Simatupang. Tapi semangat para petani yang datang dari seluruh Indonesia justru terasa baru menyala. Mungkin benar, dalam politik organisasi, yang abadi memang bukan konflik. Tapi harapan. (*)

Editor: Edy Basri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup
Exit mobile version