Luwu Krisis Guru SMP Mutu Pendidikan Terancam

Luwu, Katasulsel.com β€” Kekurangan guru di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kembali menjadi sorotan.

Kepala Dinas Pendidikan Luwu, Amang Usman, menyebut kebutuhan guru ASN di daerahnya masih jauh dari cukup.

Ia menggambarkan bahwa dalam satuan pendidikan negeri, kekosongan formasi guru sudah terlalu lama menjadi persoalan yang nyaris dianggap normal.

Di banyak sekolah, guru honorer dan staf non-pengajar terpaksa merangkap tugas mengajar.

Kepala sekolah, bendahara, bahkan operator sekolah turun tangan ke ruang kelas. Mereka yang seharusnya fokus pada administrasi dan manajemen sekolah, kini terbebani tanggung jawab pembelajaran.

Situasi ini menimbulkan efek domino: siswa tidak mendapat perhatian optimal, materi pelajaran diringkas sekenanya, dan kualitas pembelajaran tergelincir dari standar ideal.

Amang Usman menyebut bahwa jumlah kekurangan guru SMP ASN di Luwu menyentuh angka dua ratusan.

Daerah-daerah terpencil menjadi titik paling terdampak. Bahkan ada sekolah yang hanya memiliki dua guru ASN untuk menangani enam tingkat kelas. Dalam kondisi seperti itu, penyelenggaraan pendidikan hanya berjalan secara teknis, bukan secara ideal.

banner 300x600

Dinas Pendidikan tidak menampik bahwa selama ini tenaga honorer menjadi tulang punggung operasional sekolah.

Namun, status mereka yang tidak pasti dan beban kerja yang berat membuat daya tahan pengabdian menjadi lemah.

Pemerintah daerah, lanjut Amang, tengah menyiapkan basis data akurat untuk mendorong rekrutmen ASN baru melalui jalur formasi CPNS.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya sedang menjalin komunikasi dengan Kementerian PAN-RB untuk memperjuangkan formasi khusus pendidikan di Kabupaten Luwu.

Masalah ini tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan kebijakan pusat, keterbatasan fiskal daerah, serta peta distribusi guru yang timpang secara geografis. Di wilayah perkotaan, suplai guru cenderung mencukupi. Namun di kecamatan-kecamatan pegunungan dan pesisir, satu guru harus menangani mata pelajaran di luar bidangnya karena tidak ada pilihan lain.

Kekurangan guru bukan sekadar statistik. Ia adalah wajah nyata dari ketimpangan sistem pendidikan yang belum selesai.

Di ruang-ruang kelas Luwu, anak-anak menghadapi masa depan dengan buku yang dibaca sendiri, soal yang dikerjakan tanpa bimbingan, dan guru yang datang bergantian karena harus mengajar di dua atau tiga sekolah sekaligus.

Dinas Pendidikan berharap situasi ini menjadi prioritas dalam rencana pembangunan daerah.

Amang Usman menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan kesejahteraan guru honorer dan membuka ruang lebih besar bagi regenerasi tenaga pendidik di Luwu.

Ia yakin, pendidikan yang kuat hanya lahir dari sistem yang adilβ€”bukan dari ketahanan para guru yang dipaksa bertahan sendiri.(*)

Editor: Harianto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup