Jaksa Agung Kirim Algojo Pidsus ke Sulawesi Tenggara-Sultra
KENDARI – Penunjukan Abdul Qohar sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kajati Sultra) bukan sekadar rotasi jabatan. Ini adalah sinyal kuat. Tegas. Penuh pesan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin seakan berkata: “Sultra butuh lebih dari sekadar pemantau hukum. Sultra butuh pemukul.”
Dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 352 dan 353 Tahun 2025, yang diteken 4 Juli 2025, nama Abdul Qohar mencuat sebagai salah satu dari sedikit nama dengan penugasan yang bermuatan strategis. Dari Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, kini ia dipindahkan ke Kendari. Daerah yang bukan tanpa masalah. Tapi justru berlimpah ‘dosa’ hukum di sektor tambang.
Sulawesi Tenggara selama ini dikenal sebagai salah satu “lumbung nikel” nasional. Namun di balik limpahan sumber daya itu, kasus demi kasus mencuat—dari penambangan ilegal, pemalsuan dokumen, jalan hauling tanpa izin, hingga skandal dalam proses perizinan. Banyak yang disentuh, tapi lebih banyak lagi yang masih tersembunyi.
Dan kini, Jaksa Agung mengirim orang terbaiknya.
Sosok Berprestasi, Reputasi Tajam
Abdul Qohar bukan jaksa biasa. Ia adalah doktor hukum, jebolan Fakultas Hukum Universitas Jember angkatan 1988. Tapi yang lebih penting, rekam jejaknya selama menjadi Dirdik Jampidsus Kejagung telah menjadikannya sosok berbahaya bagi pelaku kejahatan korupsi kelas kakap.
Ia adalah aktor utama di balik:
- Kasus Tom Lembong, korupsi impor gula senilai Rp578 miliar, yang saat ini masih berjalan di Pengadilan Tipikor.
- Kasus Zarof Ricar, makelar kasus dengan temuan uang hampir Rp920 miliar dan 51 kg emas—vonis 16 tahun penjara.
- Kasus mega korupsi minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga senilai Rp193,7 triliun.
- Kasus suap vonis lepas CPO, yang melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan, hakim, panitera, pengacara, dan perusahaan swasta, dengan nilai suap Rp60 miliar.
Empat kasus besar. Empat prestasi penindakan yang menghentak.

Dan kini, pria yang mengungkap kejahatan white collar crime itu ditugaskan ke Sultra.
Pertanyaannya sederhana: ada apa di Sultra?
Jawabannya bisa kita tebak. Sulawesi Tenggara adalah rumah besar bagi tambang-tambang bermasalah. Daerah ini sedang dikepung oleh dugaan pelanggaran hukum: dari reklamasi yang diabaikan, perusahaan-perusahaan cangkang yang menguras nikel, hingga keterlibatan oknum dalam pengawasan tambang.
Di sinilah, kehadiran Abdul Qohar sangat mungkin menjadi “sapu besi” bagi praktik-praktik kotor yang selama ini lolos dari jerat hukum.
Formasi Khusus, Misi Khusus
Tak hanya Qohar yang dikirim ke Kendari. Wakajati Sultra kini diisi oleh Sugiyanta, mantan Koordinator di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung. Sementara Anang Supriatna, eks Wakajati Sultra, justru promosi ke pusat sebagai Kapuspenkum Kejagung.
Formasi baru ini seperti menyusun tim taktis. Qohar di depan untuk menggempur. Sugiyanta di samping untuk menuntut keadilan administrasi dan aset negara.
Ini bukan rotasi biasa. Ini penempatan strategi.
Jika ini catur, maka Jaksa Agung sudah memindahkan Benteng dan Menteri-nya ke baris depan.
Tanda Bahaya untuk Para Mafia Tambang
Sulawesi Tenggara harus bersiap.
Kehadiran Abdul Qohar di Kendari adalah peringatan awal bagi seluruh pelaku kejahatan yang bersembunyi di balik tambang dan bendera perusahaan. Untuk mafia ore nikel. Untuk pemegang konsesi bermasalah. Untuk pejabat yang ikut bermain. Jam hukumnya sudah berdetak.
Dan jika rekam jejak Qohar di pusat kembali terulang di Sultra, maka satu hal pasti: daerah ini tidak akan pernah sama lagi. (*)
Edy Basri