Kejati Sulsel Menang di MK, Demokrasi Menang di Palopo

Jakarta, Katasulsel.com — Ada kemenangan yang tidak dirayakan dengan sorak. Tapi dirasakan dalam diam. Kemenangan yang lahir dari keteguhan, bukan dari keramaian. Kemenangan itu hadir di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 8 Juli 2025.

Gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota Palopo dinyatakan tidak dapat diterima. Permohonan Pasangan Calon Nomor Urut 3 kandas di meja konstitusi. Selisih suara yang terlalu jauh—36.328 suara—menutup pintu perdebatan. Melebihi ambang batas yang ditentukan, yakni 1.874 suara.

Namun bukan hanya angka yang bicara. Di balik layar sidang, ada kerja sunyi yang berdetak terus menerus. Tim Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan berdiri tegak. Tak mencari sorotan. Tapi memberi terang. Mereka mendampingi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulsel sepanjang proses persidangan. Tanpa cela. Tanpa lengah.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan salah satu pokok gugatan yang dijadikan alasan: status hukum Akhmad Syarifuddin, calon wakil wali kota dari pasangan pemenang. Mahkamah menemukan, Syarifuddin telah terbuka pada publik. Ia tidak menyembunyikan status sebagai mantan terpidana. Ia mengumumkannya melalui media massa. Ia menuliskannya di akun media sosial. Ia juga menyampaikannya saat mengurus SKCK. Semua sebelum penetapan pasangan calon untuk PSU.

Mahkamah menilai, keterbukaan itu telah cukup. Dan kesalahan administratif oleh penyelenggara tidak bisa dibebankan kepadanya.

Gugatan lain, soal dokumen pajak atas nama Naili, calon wali kota, juga tak berbuah hasil. Mahkamah menyatakan Naili sah secara hukum. Ia memiliki NPWP. Ia memiliki laporan pajak lima tahun terakhir. Dan kendala tanggal unggahan tak membatalkan validitas dokumen.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, menegaskan bahwa keberhasilan ini adalah bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga kualitas demokrasi. Ia menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan KPU kepada tim JPN Kejati Sulsel. Profesionalisme, katanya, bukan sekadar slogan. Tapi jalan sunyi yang harus ditempuh demi hukum yang berpihak pada kebenaran.

Pendampingan hukum oleh JPN Kejati Sulsel merupakan bagian dari kesepahaman yang dituangkan dalam MoU dan Perjanjian Kerja Sama dengan KPU Sulsel. Bukan hanya formalitas. Tapi komitmen. Tim JPN, sejak Januari 2025, telah bersiap menghadapi 11 gugatan Pilkada se-Sulsel. Dari Palopo hingga Makassar. Dari Toraja Utara sampai Jeneponto. Dan semua dikawal dengan disiplin yang sama.

banner 300x600

Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel, Fery Tas, bahkan turun langsung memantau jalannya persidangan. Kehadiran itu menegaskan keseriusan. Bahwa Kejaksaan tak hanya bicara hukum. Tapi ikut menjahit tenun demokrasi yang sah.

Putusan MK hari itu menjadi babak penutup dari sengketa panjang. Tapi juga menjadi babak baru. Tentang bagaimana demokrasi bukan sekadar soal kalah dan menang. Tapi tentang bagaimana hukum menjamin proses berjalan benar. Tentang bagaimana kejujuran masih dihargai. Dan tentang bagaimana negara hadir—melalui para jaksa pengacara negaranya—untuk memastikan bahwa suara rakyat tidak jatuh sia-sia.

Tanpa tepuk tangan. Tanpa panggung. Tapi hasilnya abadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup