IAI Rawa Aopa Konawe Selatan: Secercah Cahaya dari Tengah Rawa dan Asa

Konsel, katasulsel.com — Pendidikan di wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) kembali mendapat suntikan harapan. Kali ini, dari sebuah lembaga baru yang lahir bukan hanya dari ide, tapi dari kebutuhan mendesak: pemerataan akses ilmu. Namanya: Institut Agama Islam (IAI) Rawa Aopa Konawe Selatan.

Senin, 23 Juni 2025, menjadi tonggak bersejarah. Di Andoolo, tanah yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar, tapi dekat dengan denyut semangat belajar masyarakatnya, IAI Rawa Aopa resmi berdiri. Diresmikan langsung oleh Bupati Konawe Selatan, Irham Kalenggo, S.Sos., M.Si., peluncuran ini menandai babak baru bagi pendidikan tinggi di kawasan pesisir tenggara Sulawesi.

Langkah Edukatif, Tindakan Struktural

Dalam perspektif pembangunan manusia, pendirian perguruan tinggi di kawasan 3T bukan sekadar proyek fisik. Ia adalah intervensi struktural. Masuk ke dalam ranah human capital investment. Pendidikan tinggi tidak hanya mencetak sarjana, tapi merawat peradaban.

“IAI Rawa Aopa adalah manifestasi tekad kita memutus mata rantai ketertinggalan,” ujar Irham Kalenggo di depan hadirin.

Peletakan batu pertama dilakukan usai prosesi peresmian. Simbolis. Tapi dalam ilmu komunikasi pembangunan, itu adalah ritual legitimasi publik—sebuah penguatan makna bahwa pemerintah hadir secara aktif dalam proses transformasi sosial.

Taman Nasional Menjadi Cakrawala Gagasan

Nama “Rawa Aopa” tak dipilih sembarangan. Ia diambil dari Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, kawasan konservasi yang tak hanya memukau dalam lanskap, tapi menyimpan filosofi hidup harmonis antara manusia dan alam.

Pendiri IAI, Al Asri, S.Pd.I., M.Si., menegaskan bahwa filosofi ini menjadi benang merah dalam penyusunan visi kampus. “Kita tidak hanya mendidik secara akademik, tetapi juga mengasah kesadaran ekologis mahasiswa,” katanya.

Tercermin jelas orientasi eco-pedagogy di dalam desain kelembagaan ini: kombinasi antara pendidikan agama, kearifan lokal, dan pelestarian lingkungan.

banner 300x600

Menuju Universitas, Menyentuh Indeks Pembangunan Manusia

Dalam forum itu pula, akademisi Ismail Suardi Wekke menyampaikan catatan strategis. Menurutnya, peluncuran IAI bukanlah akhir, tapi gerbang awal menuju status universitas.

“Ketika kita bahu membahu, institusi ini bisa melampaui ekspektasi,” ucapnya.

Secara indikator, kehadiran IAI Rawa Aopa dapat menjadi pengungkit kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Konawe Selatan. IPM mengukur tiga dimensi: umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Pendidikan tinggi berada di jantung dimensi kedua—pengetahuan.

Dari Pinggiran Menuju Panggung

Wilayah 3T kerap terpinggirkan dalam narasi besar pembangunan nasional. Tapi melalui IAI Rawa Aopa, narasi itu mulai ditulis ulang. Bukan dari ibu kota, tapi dari tengah rawa. Dari anak-anak muda yang ingin belajar, dari orang tua yang rela berjalan jauh agar anaknya mencicipi bangku kuliah.

Kampus ini tak lahir dari kemewahan, tapi dari keperluan. Bukan dibiayai megaproject, tapi dikawal oleh kesadaran kolektif bahwa pendidikan adalah hak, bukan privilese.

Kini, dari tengah tanah berlumpur dan rawa-rawa konservasi, tumbuh satu-satunya kampus Islam yang membawa semangat transformative education.

Bersahaja. Tapi mengakar kuat.

Dan mungkin, kelak, dari IAI Rawa Aopa inilah lahir pemimpin, ilmuwan, dan ulama—yang tak lupa pada tanah asalnya, dan tetap berpijak di bumi, meski menatap langit ilmu. (*)

Editor: Edy Basri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup