Jakarta, katasulsel.com — Sebuah forum akademik berkelas tinggi yang melampaui batas negara dan disiplin ilmu akan digelar di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025. Bertajuk Majelis Malaysia-Indonesia-Jepang (MAJLIS), pertemuan ini menjadi penanda kuat lahirnya kolaborasi intelektual regional yang progresif. Universitas LIA sebagai tuan rumah, menggandeng Southeast Asia Academic Mobility (SEAAM) dalam inisiasi strategis ini, serta didukung penuh oleh UCYP University dan dosen dari Tohoku University, Jepang.
MAJLIS menjelma sebagai ruang ilmiah lintas negara yang merespons tantangan zaman dengan pendekatan multidisipliner. Di tengah dinamika kawasan yang terus berubah, forum ini menghadirkan pakar-pakar dari Malaysia, Indonesia, dan Jepang untuk membedah isu-isu strategis seperti perubahan iklim, transformasi digital, kebijakan publik, kesehatan masyarakat, dan relasi budaya.
“Ini bukan sekadar konferensi,” tegas Dr. Ismail Suardi Wekke, Komite Saintifik SEAAM, “tetapi sebuah katalisator yang akan mendorong kolaborasi lintas negara dan disiplin untuk solusi nyata.”
Forum ini meneguhkan Universitas LIA sebagai pemain aktif dalam peta akademik regional. Dengan reputasi sebagai institusi yang terbuka terhadap kolaborasi global, Universitas LIA mengukuhkan posisinya melalui komitmen pada riset lintas batas dan pembangunan jejaring pengetahuan. Sementara SEAAM, sebagai platform mobilitas akademik Asia Tenggara, memanfaatkan MAJLIS sebagai jembatan untuk membangun sinergi keilmuan yang lebih kokoh dan berkelanjutan.
Dukungan dari UCYP University dan dosen Tohoku University bukan sekadar simbolik. Kehadiran institusi ternama ini membawa pengaruh signifikan terhadap mutu diskusi dan cakupan tematik MAJLIS. Lebih dari itu, kolaborasi ini membuka peluang konkret untuk mobilitas dosen dan mahasiswa, riset lintas negara, serta kurikulum bersama yang selaras dengan tantangan zaman.
Dalam pernyataannya, Dr. Ismail menekankan pentingnya pandangan lintas disiplin sebagai jawaban atas kompleksitas dunia modern. “Integrasi berbagai bidang keilmuan akan membuka jalan bagi terobosan dan inovasi. Dan Asia memiliki potensi besar untuk memimpin gelombang itu,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti antusiasme peserta dan keberagaman perspektif yang muncul dalam rangkaian diskusi pra-MAJLIS. “Pertemuan ini menjadi landasan penting untuk memperkuat ekosistem riset Asia yang lebih terkoneksi dan produktif,” lanjut Ismail.
Lebih jauh, MAJLIS tidak semata-mata menargetkan luaran berupa publikasi ilmiah. Fokus utama adalah bagaimana hasil diskusi dapat diterjemahkan menjadi kebijakan konkret dan program-program kolaboratif lintas lembaga. “Kita harus melangkah lebih jauh dari sekadar seminar. Kita ingin hasil nyata—dalam bentuk pertukaran akademik, riset kolaboratif, hingga kebijakan pendidikan yang lebih responsif terhadap perubahan global,” pungkas Dr. Ismail.
Dengan atmosfer intelektual yang kental dan kemitraan akademik yang kuat, MAJLIS bukan hanya agenda ilmiah, melainkan tonggak sejarah dalam pembangunan ekosistem pengetahuan Asia yang progresif, inklusif, dan berkelanjutan.
Tidak ada komentar