Oleh: apt. Andi Baso Amirul Haq, S.Farm
Delapan puluh tahun kemerdekaan adalah usia kematangan bagi sebuah bangsa. Indonesia telah menapaki jalan panjang: dari perjuangan mempertahankan proklamasi, membangun negeri dari puing-puing, bergulat dalam reformasi politik, hingga memasuki era revolusi teknologi. Dalam tiap bab sejarah itu, ada satu benang merah yang tak pernah putus: pemuda selalu berada di garda terdepan perubahan.
Namun, medan perjuangan hari ini tidak lagi berwujud penjajahan fisik. Di Sulawesi Tenggara, tantangan pemuda hadir dalam rupa kemiskinan yang membelenggu, pengangguran yang menganga, kesenjangan pendidikan yang merenggangkan jarak, serta keterbelakangan teknologi yang membatasi peluang. Musuh-musuh itu tak kasatmata, tetapi dampaknya nyata, menyusup hingga ke denyut kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks inilah, Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2022 tentang Koordinasi Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepemudaan hadir sebagai kompas yang menuntun arah. Ia menancapkan empat pilar fundamental: koordinasi strategis lintas sektor dari pusat hingga daerah; penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang menjahit prioritas nasional ke dalam konteks lokal; norma dan standar sebagai penjamin mutu; serta Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang menjadi instrumen objektif dalam mengukur capaian.
Pada level nasional, Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengumandangkan visi Indonesia Emas 2045: kemandirian pangan dan energi, industrialisasi berbasis sumber daya sendiri, pendidikan karakter, serta penguatan bela negara. Visi ini sesungguhnya merupakan panggilan bagi pemuda: menjadi tenaga terampil dalam hilirisasi industri, petani modern yang menaklukkan lahan dengan ilmu, sekaligus pemimpin muda yang menegakkan integritas di atas kepentingan pribadi.
Seirama dengan itu, di Sulawesi Tenggara, Gubernur Andi Sumangerukka menggulirkan agenda yang bersentuhan langsung dengan generasi muda: SMA Garuda sebagai pusat pembentukan karakter; penguatan ketahanan pangan desa melalui peran pemuda tani; pengembangan klaster ekonomi dan UMKM sebagai generator lapangan kerja; hingga program MBG (Modal, Beli, Gerak) yang menyalakan denyut ekonomi lokal.
Bayangkan bila Perpres 43/2022, visi nasional Prabowo, dan program daerah Andi Sumangerukka terintegrasi dalam satu ekosistem kebijakan: gagasan strategis di pusat → diturunkan menjadi RAD di provinsi → diimplementasikan sebagai program teknis di kabupaten/kota → hingga melahirkan aksi nyata di desa dan komunitas pemuda. Maka Sultra tidak lagi sekadar menjadi penonton, melainkan aktor utama yang mampu bersaing di panggung nasional maupun global.
Di titik krusial ini, KNPI Sulawesi Tenggara seyogianya berdiri sebagai simpul koordinasi. Menjadi jembatan yang menghubungkan visi besar dengan langkah konkret, merangkul seluruh elemen pemuda tanpa sekat, serta memastikan bahwa dokumen-dokumen perencanaan tidak berhenti sebagai retorika, melainkan menjelma menjadi gerakan nyata.
Delapan puluh tahun lalu, pemuda mengibarkan Merah Putih sebagai tanda lahirnya bangsa. Hari ini, pengibaran itu harus dihidupkan kembali, bukan di medan perang, melainkan di ladang kerja, ruang kelas, bengkel industri, pusat riset, hingga di hati setiap anak muda yang memilih bergerak. Karena sejarah, sekali lagi, hanya berpihak pada mereka yang berani melangkah. (*)
Penulis: apt. Andi Baso Amirul Haq, S.Farm
Tidak ada komentar