Enrekang, Katasulsel.com – Rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, diguncang skandal. Sebanyak 64 peserta seleksi tahun 2023 diduga menggunakan surat keterangan honorer fiktif demi memenuhi syarat pengalaman kerja. Kasus ini tidak hanya mengusik keabsahan proses seleksi, tetapi juga mempertanyakan integritas penyelenggara birokrasi.
Kapolres Enrekang, AKBP Hari Budiyanto, menyebut pihaknya sudah memeriksa semua nama yang terindikasi, termasuk kepala sekolah dan kepala puskesmas yang diduga membuat dokumen bermasalah. “Kami sudah meminta keterangan dari 64 PPPK, juga dari pihak yang mengetahui proses perekrutan ini. Tujuannya untuk memastikan kasus ini terang benderang,” ujarnya, Jumat (22/8/2025).
Polisi kini menyiapkan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menelusuri prosedur seleksi PPPK, termasuk siapa yang memegang kewenangan menentukan kelulusan.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Enrekang tidak tinggal diam. Plt Kepala BKPSDM, Kurniawan, memastikan seluruh PPPK yang terbukti menggunakan dokumen tidak sah diberhentikan. “Kontraknya tidak dilanjutkan. Dari 64 orang itu, 63 tenaga guru dan 1 tenaga medis,” jelasnya.
Kurniawan menduga keterlibatan oknum pejabat lapangan, terutama kepala sekolah dan kepala puskesmas, yang membuatkan SK honorer bagi peserta seleksi. Padahal syarat utama adalah pengalaman minimal dua hingga tiga tahun sebagai tenaga non-ASN. Faktanya, ada yang baru mengabdi hitungan bulan, namun SK menunjukkan seolah sudah bertahun-tahun bekerja.
Kasus ini memperlihatkan bagaimana celah administrasi bisa merusak meritokrasi dalam rekrutmen PPPK. Alih-alih memberi kepastian status bagi tenaga honorer yang benar-benar lama mengabdi, justru muncul ruang manipulasi yang merugikan mereka.
Lebih jauh, skandal ini menimbulkan kekhawatiran publik, khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan. Dua bidang yang seharusnya dijalankan oleh tenaga profesional, justru tercederai oleh praktik manipulasi dokumen.
Kini, sorotan tertuju pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah: apakah kasus ini hanya berhenti pada pemberhentian kontrak, atau berlanjut dengan penegakan hukum kepada aktor yang sengaja membuka jalan bagi pemalsuan dokumen.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar