Sidrap, Katasulsel.com – Di sebuah kampus yang bernafas tenang di jantung Sidenreng Rappang, seorang akademisi muda kembali menyalakan obor prestasi global. Sandi Lubis, S.IP., M.A.P., Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang (UMS Rappang), untuk kedua kalinya menorehkan catatan yang sulit dianggap biasa. Setelah sebelumnya mengguncang panggung akademik lewat Springer Nature dengan riset big data kebijakan lingkungan, kini ia menaklukkan salah satu penerbit raksasa dunia, Taylor and Francis.
Karya terbarunya, “Mapping the Intellectual Landscape of Cybersecurity in E-Participation: Trends, Challenges, and Emerging Insights”, terbit resmi di jurnal Cogent Social Sciences yang masuk dalam indeks Scopus Quartile 2 (Q2). Artikel ini bukan hanya sekadar publikasi, melainkan peta intelektual tentang persimpangan rumit antara keamanan siber dan partisipasi elektronik, sebuah ranah yang kian menentukan arah demokrasi digital.
Sandi membedah 850 artikel internasional dalam rentang 2018–2024, lalu merangkainya lewat metode scientometrik dan bibliometrik dengan perangkat analisis VOSviewer dan CiteSpace. Hasilnya, sebuah lanskap riset yang memotret tren, kolaborasi akademik, hingga celah penelitian yang masih terbuka. Ia mengurai bagaimana isu kepercayaan publik, kerentanan sistem, hingga tata kelola data menjadi titik rawan dalam era e-participation.
Menariknya, artikel ini tak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari disertasi doktoralnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang mengupas partisipasi elektronik dengan model UMEGA dan sentuhan analisis keamanan siber di Kota Makassar. Dengan kata lain, publikasi internasional ini sekaligus menjadi laboratorium gagasan bagi karya akademik yang lebih besar.
Rekam jejak publikasi Sandi makin panjang. Delapan artikel Scopus telah ia hasilkan, menyebar dari Q4 hingga Q1, ditambah dua buku internasional yang ikut terindeks. Hampir semuanya terbit tanpa biaya pribadi, sebuah capaian yang jarang terjadi di tengah praktik publikasi global yang kerap berbiaya tinggi. Kini, ia masih menunggu nasib dua artikel Q1 yang tengah melewati proses review ketat.
Namun, jalan menuju titik ini tidaklah mulus. Sandi jujur bahwa tujuh bulan pertama perjuangannya diwarnai penolakan demi penolakan. Hampir setiap naskah kembali dengan tanda merah. Tetapi alih-alih menyerah, ia memilih menjadikan setiap kegagalan sebagai ruang belajar.
“Menulis itu bukan soal pintar saja, tapi soal mental. Penolakan mengajarkan saya bagaimana menulis lebih baik,” katanya. Ia mengaku kuncinya terletak pada rajin membaca literatur global, menyerap cara berpikir peneliti dunia, dan tak henti memperbaiki gaya menulis.
Dari kisah itu, ada satu pelajaran yang ia titipkan: konsistensi lebih berarti daripada sekadar kecerdasan. Bahwa akademisi daerah pun bisa menembus panggung internasional, asalkan berani menempuh jalan panjang penuh penolakan.
Bagi UMS Rappang, capaian ini jelas lebih dari sekadar prestasi personal. Ia adalah simbol bahwa universitas di daerah pun bisa menghadirkan gagasan besar bagi dunia. Dan bagi mahasiswa serta peneliti muda, Sandi Lubis adalah bukti hidup bahwa keberanian bermimpi, kerja keras, dan mental baja bisa membuat langkah kecil dari Sidrap bergaung hingga ke jantung akademik global.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar