Syaharuddin menegaskan, ini adalah target serius yang ia canangkan.
Ia ingin menunjukkan kepada Sulawesi Selatan, bahkan Indonesia, bahwa Sidrap di bawah kepemimpinannya mampu memberi kontribusi besar bagi bangsa.
“Langkah ini kami dedikasikan untuk mendukung penuh program Swasembada Pangan Presiden RI Prabowo Subianto. Sidrap siap jadi bagian penting dari kedaulatan pangan nasional,” tegasnya.
Sidrap pun menjadi satu-satunya kabupaten di Indonesia yang menerapkan IP 300 secara menyeluruh. Strategi ini bukan sekadar memperluas lahan, melainkan meningkatkan produktivitas per hektare melalui penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, pemupukan berimbang NPK dan organik, serta pemanfaatan irigasi teknis dan semi-teknis.
Hasilnya nyata: musim pertama tahun ini Sidrap sudah memanen 340 ribu ton gabah. Dengan musim kedua Mei–Agustus ditargetkan 350 ribu ton tambahan, maka sampai Agustus total bisa mencapai 690 ribu ton.
Bila target itu tercapai, Sidrap akan melompat dari produksi 440 ribu ton pada 2024 menjadi lebih dari sejuta ton di 2025. Lonjakan 136 persen dalam setahun.
Dengan luas sawah hanya 52 ribu hektare—jauh di bawah Kabupaten Bone yang punya 130 ribu hektare—Sidrap justru berhasil merangsek ke peringkat ketiga produksi padi Sulsel, menggeser Wajo ke posisi keempat.
“Dari Sidrap, kami siap menyumbang 600 ribu ton beras untuk target nasional 17 juta ton. Kami tidak lagi bicara ketahanan, tapi surplus pangan. Sidrap akan memperkuat buffer stock nasional Bulog dan menjaga stabilisasi harga beras,” tegas Syaharuddin.
Tak heran jika parade traktor di Sidrap langsung jadi buah bibir, bukan hanya di Sulsel tetapi juga di tingkat nasional. Sebab, di balik iring-iringan mesin sawah yang gagah itu, ada strategi besar: Good Agricultural Practices (GAP) yang terukur, modernisasi pertanian, dan arah jelas menuju kemandirian pangan.
“Evaluasi akhir tahun akan membuktikan, tapi pola ini sudah jelas hasilnya. Sidrap siap jadi lumbung pangan Indonesia,” pungkas Syaharuddin.(*)
Editor: Edy Basri
Tidak ada komentar