Rabu, 27 Agu 2025
Tonton KAT TV

Kejati Sulsel Gelar Seminar Ilmiah, Bahas DPA Sebagai Solusi Penegakan Hukum Berbasis Pemulihan Aset

Katasulsel.com
26 Agu 2025 13:29
Makassar 0 80
4 menit membaca

Zainuddin menjelaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) secara aktif mendukung dan mencari solusi untuk permasalahan dalam praktik peradilan demi mencapai keseimbangan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dan asas kemanfaatan (doelmatigheid). Dukungan ini diwujudkan melalui berbagai peraturan, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), yang bertujuan memperlancar persidangan, menciptakan peradilan yang cepat dan berbiaya ringan, serta meningkatkan penerimaan negara melalui putusan perampasan aset. 

“Secara keseluruhan, konsep DPA bisa jadi instrumen yang bermanfaat untuk penegakan hukum di Indonesia, dan MA akan mendukung penerapannya karena tujuannya sejalan dengan upaya pemulihan keuangan negara dan perbaikan tata kelola perusahaan,” ungkap Zainuddin.

DPA Solusi Pengisian Kekosongan Hukum

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H., mengusulkan Deferred Prosecution Agreements sebagai solusi untuk mengisi kekosongan hukum acara pidana di Indonesia, di mana tidak ada aturan hukum yang mengatur penangguhan penuntutan. 

“Prinsip Dominus Litis, yang menempatkan jaksa sebagai pemilik perkara dan memberinya hak untuk menuntut atau tidak menuntut, menjadi dasar dalam penegakan hukum di Indonesia, serupa dengan negara-negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis. DPA, dalam konteks ini, berfungsi sebagai instrumen hukum acara untuk menangguhkan penuntutan dengan syarat-syarat tertentu,” kata Prof. Syukri.

Menurut Prof. Syukri, penerapan DPA melibatkan dua tahap utama: Evidential Stage dan Public Interest Stage. Pada tahap pertama, jaksa mengevaluasi apakah bukti sudah cukup, hanya bukti permulaan yang ada, atau ada kemungkinan pelanggaran berkembang lebih lanjut berdasarkan bukti permulaan. Tahap kedua adalah penilaian kritis di mana jaksa mempertimbangkan apakah kepentingan publik lebih baik dilayani melalui DPA daripada melalui penuntutan pidana.

Prof. Syukri juga menyoroti peluang dan tantangan penerapan DPA. Peluangnya mencakup efisiensi peradilan, memungkinkan korporasi untuk tetap beroperasi, dan memulihkan kerugian korban. Namun, ada tantangan serius, seperti persepsi DPA sebagai bentuk “corporate impunity” yang memungkinkan perusahaan menghindari hukuman. Tantangan lainnya adalah sulitnya melacak aset hasil kejahatan, terutama yang disembunyikan atau berada di luar negeri, karena memerlukan instrumen hukum internasional seperti MLA dan perjanjian bilateral.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, kewenangan penuh harus diberikan kepada Kejaksaan. Persetujuan DPA tidak perlu melalui pengadilan untuk menghormati prinsip Dominus Litis,” kata Prof. Syukri.

Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, Prof. Syukri menyarankan Kejaksaan Agung membentuk tim independen untuk memantau pelaksanaan DPA. Contoh kasus di Inggris, seperti kasus Standard Bank, Rolls-Royce, dan Airbus, menunjukkan bagaimana DPA telah berhasil menangani korupsi global yang kompleks sambil tetap memungkinkan perusahaan untuk bertahan dan mereformasi diri.(*)

Editor: Tipue Sultan

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )