Sidrap, Katasulsel.com — Sawah sederhana di Kelurahan Rijang Pittu, Kecamatan Maritengngae, menjadi panggung kebahagiaan seorang petani perempuan, Ibu Asna, Rabu (27/8/2025).
Dari 70 are lahan yang ia kelola, panen Musim Tanam April–September menghasilkan 2.359 kilogram gabah kering giling (GKG). Jika dikalkulasi dengan harga jual Rp6.800 per kilogram, hasilnya mencapai Rp16.041.200.
Namun, kebahagiaan Asna tidak berhenti di situ. Pada momen panen raya tersebut, ia juga menerima hadiah satu unit dompeng pengolah tanah sawah senilai kurang lebih Rp40 juta dari Pemerintah Kabupaten Sidrap.
“Alakooo… dari sawah tidak sampai satu hektare bisa dapat Rp16 juta, apalagi ditambah mesin Rp40 juta. Ini bukti kalau pertanian di Sidrap harus terus maju dengan teknologi!” ucap Bupati Sidrap Syahruddin Alrif, disambut tawa dan tepuk tangan petani.
Kehadiran Bupati dalam panen raya itu didampingi unsur Forkopimcam: Kapolsek Maritengngae Iptu Irwan Topid, Babinsa Rijang Pittu Serma Sunawar, Camat Maritengngae Andi Surya Praja Hadiningrat, Lurah Rijang Pittu Haeruddin, S.A.B, serta Kepala Lingkungan Amrullah P. Dolla
Para petani menyebut bantuan dompeng itu sangat bermanfaat. Mesin tersebut berfungsi menggemburkan tanah sawah dengan kapasitas lebih besar dan lebih cepat dibanding cara manual, sehingga efisiensi tanam meningkat dan biaya produksi bisa ditekan.
Bupati Syahruddin menegaskan, pemerintah daerah tidak ingin Sidrap berhenti pada predikat lumbung padi. “Kita ingin melompat ke era pertanian modern: ada mesin, ada data, ada produktivitas tinggi. Dari 70 are bisa Rp16 juta, bayangkan kalau setiap hektare kita genjot, hasilnya bisa triliunan rupiah untuk Sidrap,” ujarnya.
Secara statistik, Sidrap memang menjadi barometer pangan Sulawesi Selatan. Dengan luas panen lebih dari 60 ribu hektare dan produktivitas rata-rata 5,5 ton per hektare, potensi nilai gabah per musim bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Panen Bu Asna hari itu, dengan angka Rp16 juta plus dompeng Rp40 juta, menjadi miniatur dari visi besar itu.
Bagi warga Rijang Pittu, momen tersebut bukan hanya pesta panen, melainkan perayaan masa depan. Pertanian yang dulu identik dengan keringat dan lumpur, kini berubah wajah menjadi sektor dengan perhitungan ekonomi presisi, teknologi modern, dan dukungan pemerintah yang nyata.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar