Minggu, 07 Sep 2025
Tonton KAT TV

Polisi dan Ojol di Makassar: Negara yang Mau Duduk

Katasulsel.com
5 Sep 2025 13:25
Opini 0 151
3 menit membaca

Saya jarang melihat polisi menundukkan kepala lama-lama. Biasanya kepala mereka tegak, mata menyapu jalan, telinga siaga pada suara sirine.

Oleh: Edy Basri (Ketua IWO Sidrap)

Tapi sore itu, saya melihat lain. Polisi duduk berjejer dengan ribuan ojol. Sama-sama di lantai masjid. Sama-sama menengadahkan tangan. Sama-sama mengucap “amin.”

Halaman Masjid Kubah Asmaul Husna, 4 September 2025, merekam semuanya. Seragam cokelat polisi dan jaket hijau ojol bercampur. Tidak ada kursi VIP. Tidak ada garis pemisah. Semua duduk di sajadah yang sama.

Habib Husein bin Ahmad memimpin doa. Suaranya berat, dalam, melantunkan harapan yang sama: agar kota ini damai, agar jalanan aman, agar rezeki lancar, agar hati tenteram.

Biasanya doa di acara besar hanya jadi pembukaan. Kali ini doa adalah acara itu sendiri. Doa yang panjang, doa yang pelan, doa yang membuat banyak mata basah.

Saya sempat melirik ke Wakapolda Brigjen Pol Nasri Sulaeman. Tangannya terkatup, kepalanya tertunduk. Itu bukan sekadar pose. Saya melihat kesungguhan. Saya melihat polisi benar-benar mau berdoa.

Sayangnya, Kapolda Sulsel ini tidak mengenal saya, heee.., apalagi saya dari Sidrap, untungnya ada AKP Lukman, eks Kasat Intel Polres Sidrap (Sekarang intel di Polda Sulsel) yang mendekati saya. Beliau sudah seperti abang saya.

Oke, kita lanjut ya..

Di lokasi. Saya juga melihat Ketua Ojol Sulsel, Jumail, berdiri di sampingnya. Ia juga meneteskan air mata. Setelah doa selesai, ia berkata sederhana: “Inilah yang bikin adem. Kita bisa doa sama-sama.”

Saya jadi ingat ucapan orang bijak: doa adalah bahasa yang tidak pernah salah alamat. Dan sore itu, doa menjadi bahasa yang mempertemukan dua dunia: negara dan rakyat.

Ada yang bilang polisi itu apparatus of coercion, instrumen pemaksa. Tapi hari itu, saya melihat polisi sebagai apparatus of compassioninstrumen belas kasih. Mereka tidak sedang menilang, tidak sedang merazia. Mereka sedang memohon, sama seperti ojol.

Musik memang diputar setelahnya. Ada joget kecil, ada tawa. Tapi itu hanya epilog. Yang orang bawa pulang bukan goyangan itu, melainkan doa bersama yang khusyuk.

Polda Sulsel menutup acara dengan membagikan sembako. Saya melihat wajah-wajah ojol yang sumringah. Tapi lebih dari beras dan minyak goreng, yang mereka bawa pulang adalah rasa: ternyata polisi bisa serendah hati itu. Bisa duduk bersama, bisa berdoa bersama.

Makassar sore itu mengajarkan kita, negara tidak hanya hadir lewat aturan. Negara juga bisa hadir lewat doa. Dan doa, berbeda dengan razia, tidak menimbulkan jarak. Ia justru merapatkan.

Saya percaya, doa bersama lebih kuat dari seribu apel pasukan. Karena doa menumbuhkan kepercayaan yang tak bisa dibeli dengan baliho atau konferensi pers.

Negara yang mau berdoa bersama rakyatnya, adalah negara yang akan lebih mudah dipercaya.

Dan saya melihatnya sendiri sore itu di Makassar. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )