Kolaka Timur, Katasulsel.com – Pagi yang semestinya diwarnai suara anak-anak menuju tempat mengaji di Dusun I, Desa Wundubite, Kecamatan Poli-Polia, Jumat (5/9/2025), berubah menjadi tragedi berdarah. Seorang bocah perempuan, Mutmainah Azahra (10), meregang nyawa setelah ditebas parang oleh seorang pemuda berinisial RH (18).
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 06.30 Wita. Mutmainah bersama adiknya, Wahyu (7), tengah melaju dengan sepeda listrik menuju tempat mengaji. Namun, perjalanan itu terhenti ketika RH mencegat mereka. Dengan cepat, korban ditarik ke arah kebun. Sang adik berhasil melarikan diri, mencari pertolongan dengan langkah tergesa dan napas tersengal.
Tak lama kemudian, Laupe (52), seorang warga yang hendak ke kebun, menemukan tubuh kecil Mutmainah tergeletak bersimbah darah di tepi jalan. Ia sontak berteriak meminta bantuan. Bersama Muh. Yunus (51) dan istrinya, Kamariah (45), warga berusaha menyelamatkan nyawa sang bocah dengan membawanya ke RSUD Kolaka Timur. Namun takdir berkata lain—nyawa Mutmainah tak tertolong.
Di rumah sakit, tangis keluarga pecah. Ayah korban yang baru tiba tak kuasa menahan amarah. Ia sempat mengamuk, menuntut keadilan atas kepergian putrinya yang begitu kejam direnggut.
Dari pemeriksaan awal, polisi mengungkapkan bahwa motif pembunuhan dipicu oleh dendam. RH mengaku sering diejek korban dengan ucapan bernada merendahkan, “kamu pendatang jangan sok-sokan,” yang diucapkan sambil mengacungkan jempol. Kata-kata sederhana itu rupanya menumpuk menjadi bara dalam dada pelaku. Emosi yang tak terkendali membuatnya gelap mata hingga tega menghabisi korban dengan sebilah parang.
Polisi bergerak cepat. RH diamankan beserta barang bukti berupa sebilah parang dan pakaian korban. Saat ini, penyidik masih mendalami kasus tersebut.
“Pelaku dan korban sama-sama masih di bawah umur. Pelaku sudah diamankan untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar seorang aparat kepolisian.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat Wundubite. Kasus ini menjadi tamparan keras akan rapuhnya kontrol emosi di kalangan remaja dan betapa fatalnya dendam yang dibiarkan tumbuh.
Kini, yang tersisa hanyalah duka, pelajaran pahit, dan tuntutan agar keadilan ditegakkan tanpa kompromi.(*)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar