Jakarta, Katasulsel.com – Dalam beberapa bulan terakhir, ternyata bukan hanya sang Dirut Darmawan Prasodjo alias Darmo, yang kerap menuai sorotan negatif, Direktur Legal & Human Capital (LHC) PT PLN (Persero) Yusuf Didi Setiarto sepertinya tak kalah tenar dalam urusan kontroversial.
Selain dikenal sebagai pengendali di PLN saat ini, keduanya juga merupakan bekas orang dekat mantan Presiden Jokowi di lingkungan istana. Kala itu, Darmo menduduki jabatan Deputi I KSP, sedangkan Yusuf Didi Setiarto adalah Deputi II KSP.
Mari kita kupas sosok Yusuf Didi. Di kalangan pegawai PLN, pria asal Sumatera Barat ini dikenal bagai ‘malaikai pencabut nyawa’. Karena terkait jabatan setiap pegawai, di samping kebijakan Dirut, hal itu merupakan tupoksi utamanya.
Setelah memegang jabatan strategis, pria berlatar belakang lawyer ini rupanya terendus mulai membangun dinasti baik di internal maupun di lingkup eksternal.
Dengan kekuatan jabatan strategis dan finansial mumpuni, sosok yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT Energi Primer Indonesia (EPI) tersebut, juga membangun jaringan yang bisa disinerjikan dengan PLN.
Karena itu tak heran, jabatan sebagai Ketua Ikatan Alumni (Iluni) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pun dengan mudah diraihnya. Belakangan muncul isu, bahwa jabatan itu diduga merupakan hasil barter proyek, khususnya dalam penyediaan legal eksternal untuk PLN.
Indikasi itu semakin kental, karena berdasarkan informasi di lingkungan PLN Pusat, seluruh legal eksternal itu dimonopoli oleh alumni FH ‘Yellow Jackets’. Bahkan dengan dalih kepentingan perusahaan, anggaran ratusan miliar pun dipersiapkan PLN.
“Kalau itu sudah menjadi rahasia umum di PLN. Karena sebelum pemilihan awal Desember 2024, Yusuf Didi pakai anggaran PLn itu bantu UI sampai miliaran untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti Suara Jostisia di Senayan, Legal Career dan banyak lagi. Gila-gilaan anggaran yang dikeluarkan PLN untuk UI,” ungkap sumber di PLN terkait sepak terjang sang Direktur LHC.
Kini, berhembus isu tak sedap bahwa ada dugaan mark up anggaran pembiayaan bantuan hukum (legal) di PLN yang akhirnya tercium masyarakat luas.
Menimpali hal tersebut, Ketua Umum PP Ikatan Wartawan Online (IWO) H Teuku Yudhistira ketika dikonfirmasi juga mendengar sepak terjang Yusuf Didi Setiarto di PLN yang sudah sangat meresahkan.
“Dengan power-nya sebagai Direktur LHC, menurut sejumlah pegawai PLN, Yusuf Didi kerap bertindak sesuka hati sekalipun itu diduga melanggar aturan,” ungkap Yudhistira di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Bahkan Yudhistira juga mendapat kabar untuk merebut jabatan ketua alumni FHUI, Yusuf Didi diduga menggelontorkan uang bernilai besar yang dibarter paket proyek dengan para pendukungnya, khususnya dalam urusan legal eksternal PLN.
Di dalam urusan internal, termasuk dalam menempatkan pejabat di bidang legal, lanjut Yudhis, pria kelahiran tahun 1974 itu juga cenderung tak peduli aturan.
“Ya misalnya saja pejabat pengadaan (VP Administrasi Hukum) yang saat ini menjabat, informasinya tidak memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa. Padahal ini jelas tidak memenuhi syarat formal. Bahkan bekas anak buahnya di KSP dahulu turut didudukan langsung menjadi EVP direktorat hukum, padahal tidak diketahui rekam jejak dan latar belakangnya,” bebernya.
“Lantas, apa dasarnya pengadaan jasa bantuan hukum, seminar dan workshop hukum di Sub Direktorat hukum PLN sementara orang yang ditempatkan tidak memiliki capability yang jelas. Siapa yang mampu berbuat itu selain Yusuf Didi,” tanyanya
Masih berkaitan dengan UI, Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Re-LUN) ini juga menantang Yusuf Didi bersikap ksatria untuk berani transparan seperti harapan Presiden Prabowo kepada seluruh pejabat dijajarannya dalam menyukseskan program Asta Cita.
“Ya tidak berlebihan juga kalau legal di PLN saat ini didominasi alumnus FHUI karena memang penyedia jasa bantuan hukum, seminar, dan workshop, semuanya dari UI. Tapi bukan Yusuf Didi namanya kalau tidak bisa lolos dari lobang jarum. Walaupun itu salah, dia pintar karena dia sama sekali tidak ikut tanda tangan kontrak jasa hukum, karena yang tanda tangan itu didelegasikannya ke Nurlely Aman, Senior Executive Vice President (SEVP) Hukum PLN,” ujar Yudhis.
Bersambung…
Tidak ada komentar