Enrekang, Katasulsel.com — Angin besar dari Jakarta kembali berembus ke daerah. Bukan kabar gembira, melainkan potongan tajam atas dana transfer pusat yang selama ini menjadi nadi keuangan Kabupaten Enrekang. Sebesar Rp134 miliar menguap dari alokasi yang semestinya diterima, meninggalkan ruang fiskal yang makin sesak di APBD 2026.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) Enrekang, Ahmad Nur, tak menutupinya. Dalam jumpa pers sederhana di sebuah kafe kota, Kamis (25/9/2025), ia menegaskan kondisi ini “sangat membebani APBD 2026.” Tahun 2024, dana transfer yang masuk masih Rp885 miliar. Tahun 2025, jumlahnya turun menjadi Rp751 miliar. Tahun depan, ruang gerak kian terhimpit.
Hitungannya kasar tapi gamblang: belanja pegawai mencapai Rp509 miliar, sementara Dana Alokasi Umum yang bisa dipakai bebas hanya Rp491 miliar. Artinya, sebelum bicara pembangunan, sekadar untuk memenuhi kewajiban dasar saja Enrekang sudah megap-megap.
Masalahnya tidak berhenti di situ. Masih ada beban utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp62 miliar yang menjerat. Ditambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan 2026 hanya Rp88 miliar—angka yang lebih mirip embun ketimbang hujan di musim paceklik.
“Pembangunan fisik hampir tidak mungkin dianggarkan. Untuk belanja wajib saja kami masih mencari solusi,” ucap Ahmad Nur.
Langkah ekstrem pun disiapkan. ASN akan dipaksa berhemat tenaga dan biaya lewat sistem kerja fleksibel: dua hari di kantor, tiga hari di luar kantor. Listrik dan air akan ditekan ketat. Bahkan, wacana merumahkan sementara pegawai PPPK yang kontraknya lima tahun sudah masuk radar kebijakan.
Enrekang bukan satu-satunya. Hampir semua daerah kabupaten/kota di Indonesia mengalami nasib serupa akibat kebijakan pengurangan Transfer Keuangan Daerah (TKD). Tapi beban itu terasa lebih menyesakkan di wilayah yang fiskalnya tipis seperti Enrekang.
Bupati bersama jajaran disebut akan segera berkonsultasi ke pemerintah pusat. Harapannya jelas: ada solusi dari Kementerian Keuangan agar likuiditas APBD tetap bernapas. Tanpa itu, pelayanan dasar bisa terguncang, pembangunan praktis lumpuh.
“Harapan kami ada terobosan dari pusat,” Ahmad Nur menutup dengan nada yang terdengar lebih sebagai doa ketimbang sekadar pernyataan resmi.
Enrekang kini menatap 2026 dengan langkah tertatih. Dana yang dipotong pusat memang bukan akhir dari segalanya, tapi jelas menjadi beban berat yang menguji kesanggupan pemerintah daerah menjaga denyut pembangunan dan pelayanan publik.(ZF)
Editor: Tipue Sultan
Tidak ada komentar