Menurut pengamat ekonomi daerah, kondisi ini menggambarkan adanya output gap, di mana potensi produksi dan nilai tambah sektor unggulan—khususnya pertanian, perkebunan, serta sektor jasa produktif—belum termanfaatkan optimal.
Padahal, dengan struktur ekonomi yang ditopang oleh sektor agraris dan sumber daya alam, Enrekang memiliki peluang memperkuat value chain melalui agroindustri, hilirisasi hasil pertanian, serta diversifikasi produk berbasis kearifan lokal.
“Rp43,96 juta per kapita setahun adalah angka yang menandakan kelas menengah regional, namun belum cukup kuat untuk menjadi daya ungkit kesejahteraan yang merata. Tantangannya ada pada peningkatan total factor productivity (TFP), bukan sekadar menambah volume produksi,” ujar seorang akademisi ekonomi di Makassar saat dimintai pandangan.
Di sisi lain, fakta bahwa pertumbuhan tetap positif menunjukkan adanya resiliensi ekonomi masyarakat Enrekang, meski diwarnai berbagai problem kerakyatan seperti keterlambatan upah buruh proyek, infrastruktur dasar yang belum merata, serta keterbatasan akses pembiayaan UMKM.
Bersambung…
Tidak ada komentar