Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, yang menetapkan wilayah cekungan air tanah lindung sebagai area terlarang untuk penambangan.
“Jika izin itu benar-benar sudah dikeluarkan, maka kita sedang menyaksikan bagaimana hukum dikalahkan oleh kepentingan modal,” ujar Misbah dengan nada geram.
Melalui pernyataan sikap resmi, PERKARA menyerukan tiga tuntutan utama:
Menolak seluruh bentuk eksplorasi dan eksploitasi tambang emas oleh CV Hadaf Karya Mandiri di Kabupaten Enrekang.
Mendesak Pemerintah Daerah dan Kementerian ESDM membatalkan atau menolak izin pertambangan yang bertentangan dengan hukum dan prinsip keadilan lingkungan.
Mengajak seluruh elemen masyarakat, organisasi pemuda, dan mahasiswa bersatu dalam gerakan “Selamatkan Bumi Massenrempulu, Tolak Tambang Emas!”.
Misbah menutup pernyataannya dengan kalimat yang menggetarkan kesadaran ekologis.
“Kami tidak akan diam. Bumi Massenrempulu harus diselamatkan dari keserakahan. Tidak ada pembangunan yang sepadan dengan hancurnya air, tanah, dan kehidupan rakyat.”
Suaranya menjadi gema perlawanan terhadap kebijakan yang abai pada keseimbangan alam. Sebab di Enrekang, perjuangan mempertahankan sumber air dan udara bersih bukan sekadar tentang tambang—tapi tentang masa depan manusia itu sendiri.(*)
Editor: Tipue Sultan/Reporter: Muh Basir
Tidak ada komentar