Kamis, 06 Nov 2025

Syaqirah Sidrap Menyala di Top 8 Besar, Lagu “Repot” Bikin Juri Benar-benar Repot Menilai

Katasulsel.com
6 Nov 2025 00:32
Berita 0 177
7 menit membaca

Namun yang membuat suasana jadi hidup bukan lampu, bukan musik, tapi sorot mata satu orang yang sedang membuktikan sesuatu:
bahwa bakat bisa lahir di mana saja.

Syaqirah malam itu tidak tampil sendiri.
Di bangku penonton, hadir Fanny Frans — pengusaha kosmetik dari Makassar.
Ia datang dengan wajah cerah, membawa semangat seperti lampu tambahan di studio.

“Sudah dua malam saya datang,” katanya, “Syaqirah pantas didukung.”

Ia mengirim satu Virtual Gift D’Sultan.
Itu bukan hanya dukungan, tapi simbol cinta dari Sulawesi Selatan untuk seorang anak muda yang sedang menulis sejarahnya sendiri.


Di layar Live Chat, nama-nama lain muncul.
Mr. Lonbenk. Chemmank Kiki. Putri Baju Bodo. Jannah.
Nama-nama yang terdengar seperti teman lama, tapi kini menjadi bagian dari sejarah kecil malam itu.
Mereka adalah wajah-wajah yang menjaga semangat Syaqirah dari jauh.

Sementara itu di Sidrap, di sebuah rumah yang mungkin masih sederhana, beberapa orang menonton dengan jantung berdebar.
Mungkin keluarganya.
Mungkin teman sekolahnya.
Mungkin guru yang dulu pernah berkata, “Jangan berhenti bernyanyi.”

Dan di ruang lain di Sidrap, kamera jurnalis katasulsel.com menyorot wajah Bupati Sidrap, H. Syaharuddin Alrif.
Beliau tersenyum.
Bukan karena politik.
Tapi karena bangga.

“Dukung terus ananda Andi Syaqirah,” katanya malam itu.
Pesan sederhana, tapi penuh arti.

Ia bahkan menitip pesan khusus kepada Ilham Junaedy, koordinator Syaqirah Lovers:
“Layani dengan baik pendukung yang datang ke Jakarta.”

Kalimat itu ringan, tapi mengandung filosofi khas Sidrap:
keberhasilan individu adalah tanggung jawab bersama.


Malam semakin larut.
Result show selesai.
Tak ada yang tersenggol.
Empat kontestan lolos.

Tapi di antara semuanya, nama Syaqirah terasa paling bersinar.

Bukan karena ia paling hebat.
Tapi karena ia paling berubah.

Setiap minggu, ia tidak hanya bernyanyi. Ia belajar. Ia mendengar. Ia menata ulang dirinya.
Dan malam itu, semua kerja keras itu terbayar.


Jakarta mungkin sudah terbiasa dengan cahaya.
Tapi malam itu, ada cahaya lain yang datang dari jauh—cahaya dari Sidrap, yang menyinari panggung besar di ibu kota.

Saya melihatnya sendiri dari kursi belakang studio.
Lampu menyala ke arah penonton, bukan ke panggung.
Semua wajah bersinar, seperti ikut tampil bersama Syaqirah.

Di barisan penonton, seorang ibu muda berbisik ke temannya,
“Kalau suara kayak begitu, ya memang pantas lolos.”

Temannya mengangguk.
“Bukan cuma suaranya. Hatinya juga nyanyi.”


Itulah yang membedakan penyanyi besar dan penyanyi biasa:
yang satu bernyanyi dengan pita suara,
yang satu dengan seluruh hidupnya.

Syaqirah termasuk yang kedua.

Ia tidak hanya menyanyi. Ia hidup di lagu itu.
“Repot” bukan lagi sekadar lagu. Ia jadi simbol dari perjalanan panjang—dari panggung kecil, ke panggung yang menuntut profesionalitas dan keberanian.

Dan ironinya, justru lagu “Repot” membuat semuanya jadi mudah.


Besok malam, katanya, semua delapan peserta akan digabung jadi satu grup.
Akan ada satu yang pulang.

Tapi malam ini, tak ada yang bicara tentang itu.
Semua masih menikmati efek dari penampilan Syaqirah.

Di ruang backstage, beberapa kru saling berbisik.
“Dia itu, tiap minggu makin matang.”
Yang lain menimpali, “Anak daerah kalau sudah nemu percaya diri, biasanya susah dikalahkan.”

Saya hanya tersenyum mendengarnya.
Karena memang begitu.
Jakarta sering lupa: talenta besar kadang datang dari tempat yang tidak terduga.


Syaqirah duduk di ruang rias, masih dengan senyum itu.
Riasannya sedikit luntur, tapi matanya tidak.
Tatapan yang sama seperti ketika pertama kali ia naik ke panggung — yakin tapi tetap rendah hati.

“Terima kasih, Kak,” katanya pelan kepada kru yang menata rambutnya.
“Sudah bantu saya dari awal.”

Sederhana. Tapi itulah dia.
Tidak banyak bicara. Tidak banyak gaya. Tapi penuh terima kasih.


Ada sesuatu yang tak bisa diajarkan di panggung besar seperti itu: ketulusan.
Dan malam itu, ketulusan itu terasa di setiap nada yang keluar dari mulutnya.


Sidrap mungkin tidak punya banyak gedung tinggi.
Tidak banyak panggung besar.
Tapi punya banyak mimpi.
Dan Syaqirah salah satu yang berani mengambilnya.

Banyak orang lahir dari kota kecil, tapi takut jadi besar.
Syaqirah tidak.
Ia tahu panggung besar hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang mau tetap kecil di dalam hati.

Karena kesombongan adalah panggung paling licin di dunia.


Saya teringat satu hal yang pernah dikatakan Dahlan Iskan tentang manusia:
“Yang besar bukan yang banyak bicara, tapi yang banyak bekerja.”

Dan malam itu, kerja Syaqirah bicara sendiri.
Tidak butuh promosi. Tidak butuh pembelaan.
Hanya butuh satu lagu.

“Repot.”

Ironis, memang.
Tapi begitulah kehidupan.
Kadang yang terlihat repot, justru jalan paling mudah menuju cahaya.


Jakarta mulai dingin menjelang tengah malam.
Studio mulai sepi. Kru sudah pulang. Lampu sudah diredupkan.
Tapi ada yang masih tertinggal di udara: gema suara Syaqirah.

Suara yang hangat.
Suara yang sederhana tapi kuat.
Suara yang membuat orang Sidrap tersenyum dari jauh.

Mungkin, malam itu, di rumah kecilnya, ada seseorang yang berbisik pelan sambil menatap layar TV:
“Anakku sudah sejauh ini.”

Dan di Jakarta, Syaqirah mungkin juga berbisik dalam hati:
“Perjalanan ini belum selesai.”


Karena penyanyi sejati tidak pernah selesai.
Setiap lagu hanyalah bab.
Setiap panggung hanyalah halaman.
Dan malam seperti ini hanyalah titik koma—bukan titik akhir.

Syaqirah tahu itu.
Dan malam itu, ia menulis satu kalimat penting di buku panjang hidupnya:
“Aku pernah membuat Indonesia berhenti sejenak untuk mendengarkan.”


Malam berakhir.
Tapi cerita baru saja dimulai.

Dari Sidrap ke Jakarta.
Dari mimpi kecil ke cahaya besar.
Dari “Repot” ke kebanggaan.

Dan mungkin, suatu hari nanti, ketika orang bertanya siapa yang pertama kali membawa nama Sidrap ke panggung dangdut nasional,
kita akan menjawab dengan tenang:

Andi Syaqirah.
Yang pernah membuat seluruh juri repot—karena kagum.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )