
Enrekang, katasulsel.com — Pagi itu, Kamis (6/11), Pasar Sentral Enrekang terasa sedikit berbeda.
Di antara hiruk-pikuk pedagang dan aroma beras yang baru ditumbuk, langkah tegas Bupati Enrekang H. Muh. Yusuf Ritangnga menarik perhatian.
Bersama Wakil Bupati Andi Tenri Liwang La Tinro, ia menelusuri kios demi kios, memastikan harga beras di tangan rakyat tetap dalam kendali.
Turut menyertai rombongan, unsur Forkopimda Enrekang: Kapolres AKBP Hari Budiyanto, Kajari A. Fajar Anugrah, Kepala BPS A. Makmur Jaya, hingga jajaran teknis seperti Plt.
Ada juga, Kadis TPHP Ikbar Ashadi, Plt. Kadinsos Subiyanto S, dan Plt. Kadis Ketahanan Pangan drg. Sri Siswaty Zainal. Kehadiran mereka menandakan satu hal—pemerintah serius menjaga keseimbangan pangan, bukan hanya angka di atas kertas.
Menurut ketentuan Badan Pangan Nasional, patokan harga sudah jelas: beras premium Rp14.900/kg, medium Rp13.500/kg, dan beras SPHP Rp12.500/kg. Angka yang seolah sederhana, namun di baliknya ada denyut ekonomi yang menyangkut dapur jutaan keluarga.
“Kita pantau langsung agar tidak ada pedagang menjual di atas harga yang ditetapkan. Ini penting untuk memastikan stabilitas dan keadilan bagi masyarakat,” ujar Yusuf
Ritangnga di sela kunjungannya.
Suaranya datar namun tegas, seperti pesan moral yang disampaikan di tengah riuh pasar tradisional.
Dari sisi keamanan, Kapolres Enrekang AKBP Hari Budiyanto menegaskan peran aktif warga sebagai mata dan telinga pengawas pasar.
“Masyarakat harus ikut mengawasi. Kalau ada yang bermain harga, segera laporkan ke Satgas Pangan Kabupaten,” imbaunya.
Sebagai tindak lanjut, Satgas Pangan kini memasang stiker khusus di setiap kios, mencantumkan nomor pengaduan yang bisa dihubungi langsung: 0813-1677-7008, 0823-4364-2114, dan 0811-4404-433.
Mekanisme sederhana, tapi menjadi alat penting untuk menekan potensi permainan harga di tingkat bawah.
Di tengah sorotan nasional soal stabilitas pangan, langkah pemerintah daerah ini bukan sekadar inspeksi dadakan.
Ia mencerminkan sikap antisipatif—bahwa menjaga harga beras berarti menjaga denyut ekonomi rakyat kecil.
Dengan cara itu pula, Yusuf Ritangnga membuktikan kepemimpinannya tidak berjarak. Ia hadir di pasar, bukan di ruang ber-AC. Ia berbicara dengan pedagang, bukan hanya membaca laporan.
Sebuah pendekatan lapangan yang mengingatkan, bahwa kebijakan pangan sejatinya adalah kebijakan kemanusiaan.
Dan di antara tumpukan karung beras itu, pesan moralnya sederhana namun kuat: harga boleh diatur, tapi nurani tidak bisa ditawar.(ZF)
Editor: Harianto
Tidak ada komentar