Senin, 10 Nov 2025

Setiawan Sunarto, “Polisi Sidrap” yang Tidak Pernah Menjauh

Katasulsel.com
10 Nov 2025 13:06
8 menit membaca

Namun di balik kerja keras itu, saya melihat sesuatu yang lebih penting: cara dia memperlakukan orang.

Saya pernah menyaksikan bagaimana seorang pelaku pencurian yang tertangkap menangis di ruang penyidikan. Biasanya, suasana seperti itu akan kaku. Tapi Setiawan justru mempersilakan orang itu duduk, bahkan memberinya segelas air.
“Sudah, tenangkan dulu dirimu. Kita bicarakan baik-baik,” katanya pelan.

Kedengaran sederhana. Tapi di ruang yang dingin dan penuh tekanan, sikap seperti itu lebih dari sekadar empati. Itu kemanusiaan.

Antara Polisi dan Jurnalis

Sebagai jurnalis, saya sudah puluhan kali berurusan dengan aparat. Ada yang menjaga jarak, ada yang sinis, ada pula yang menganggap kami pengganggu. Tapi Setiawan tidak begitu. Ini asli, sumpah.

Ia tahu pentingnya komunikasi, tahu bahwa kerja jurnalis bukan musuh polisi.
Bahkan ketika berita tidak selalu menyenangkan, ia tidak marah.
“Kalau datanya benar, tulis saja, Bang. Saya tidak takut dikritik,” katanya suatu hari.

Di kalangan wartawan Sidrap, Setiawan dikenal sebagai “perwira yang bisa diajak ngopi tanpa embel-embel. Bahkan ruang kerjanya pun selalu terbuka untuk semua jurnalis”
Ia sering duduk di warung sederhana, makan coto bersama, mendengar keluh kesah wartawan muda, memberi pandangan tanpa menggurui.

Jelas. Ada kehangatan yang sulit dijelaskan — campuran antara kedewasaan dan kerendahan hati.
Dan di tengah dunia yang sering kaku, sosok seperti itu terasa seperti oase.

Saya pernah melihat bagaimana ia memimpin langsung penangkapan kasus pembunuhan di daerah bagian timur Sidrap. Tanrutedong tepatnya.

Malam itu, udara lembab, dan suasana tegang. Pelaku melawan.
Setiawan tidak berteriak, tidak mengancam, hanya memberi instruksi pendek tapi jelas.
“Saya tangkap kamu bukan karena benci. Tapi karena hukum harus berjalan.”

Kata-kata itu, saya yakin, menancap dalam hati banyak orang yang mendengarnya malam itu.

Dan mungkin, di situlah letak kekuatannya — ia bisa keras tanpa kehilangan kendali. Ia bisa menegakkan hukum tanpa menginjak rasa kemanusiaan.

Banyak orang mengira, kepolisian itu hanya urusan berkas, pasal, dan tersangka. Tapi bagi Setiawan, itu lebih dalam dari itu.
Ia sering berkata, “Yang paling sulit bukan menangkap orang, Bang. Tapi memastikan dia sadar bahwa yang dia lakukan itu salah.”

Dan benar.
Di setiap akhir kasus besar, ia selalu mengunjungi keluarga korban.
Bukan untuk formalitas, tapi untuk mendengar.

Pernah suatu kali, ia datang diam-diam ke rumah seorang ibu korban pembunuhan, hanya untuk memastikan santunan sudah diterima. Tanpa media, tanpa kamera.

Saya tahu karena ibu itu bercerita, sambil menangis.
“Dia datang malam-malam, hanya bilang: ‘Saya minta maaf, Bu, belum bisa mengembalikan anak ibu, tapi semoga ini sedikit meringankan.’”

Saya terdiam. Di tengah sistem yang sering kering, ternyata masih ada polisi yang menyentuh luka dengan rasa.

Tidak Ada Sekat

Bagi jurnalis, Setiawan bukan hanya sumber berita. Ia teman diskusi.
Saya pernah menelponnya jam dua dini hari, hanya untuk konfirmasi satu kalimat dalam berita.
Dan bukannya kesal, ia malah tertawa, “Bang, kamu ini lebih rajin dari penyidikku.”

Ia menjawab dengan tenang, bahkan menambahkan sedikit konteks agar tidak salah tulis.
Begitulah dia. Tidak ada sekat antara aparat dan pers.
Ia tahu, kepercayaan publik dibangun dari keterbukaan — bukan dari jarak.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )