Rabu, 26 Nov 2025

Anak Wajo Itu Menggenggam Santunan, Tapi Sesungguhnya Ia Sedang Menggenggam Sisa-sisa Hidupnya

Katasulsel.com
25 Nov 2025 19:57
Feature Wajo 0 178
7 menit membaca

Ia juga menyebut nama Fariz Athar Malika—seseorang yang bukan keluarga, bukan kerabat, tapi hadir sebagai pendamping sehingga perjalanan berat itu tidak terasa sendiri.

Banner Promosi WiFi

“Beliau mendampingi dari awal,” katanya lirih.
Dalam duka, seseorang mudah sekali merasa sendirian.
Hari itu, ada bahu yang meminjamkan sedikit kekuatan.

Acara selesai.
Orang-orang keluar.
Nirwana tetap diam di pojok ruangan.
Memeluk dua amplop itu—tidak erat, hanya cukup untuk merasakan beratnya.

Dalam hati, mungkin ia berbicara kepada dirinya sendiri.
Atau kepada orang tuanya.

banner 1080x1080

“Sudah kuterima, Ayah… Ibu…”

Ia diam lama.
Sangat lama.

Ketika keluar gedung, langit Makassar mendung.
Mendung yang terasa seperti langit ikut menahan tangis.

Dunia tampak sibuk.
Hanya hidup Nirwana yang berhenti di satu titik:
di depan pintu yang seharusnya dibuka oleh orang tuanya.

“Semoga bantuan ini menjadi amal jariyah untuk mereka berdua,” bisiknya.
Kalimat itu pecah pelan menjadi tangis yang ia sembunyikan.

Dalam perjalanan pulang, suara Fariz terdengar jauh.
Yang terdengar justru suara-suara lama dari rumah:
panggilan ibu dari dapur,
suara ayah memintanya mencabut rumput,
gesekan sandal,
batuk kecil ibunya di pagi hari.

Suara-suara itu datang bukan karena ia berhalusinasi.
Tapi karena rindu belum tahu cara bekerja yang benar.
Kadang, orang yang pergi justru paling keras suaranya di ingatan.

Saat tiba di Wajo, rumah itu tidak lagi sama.
Tembok hangus.
Jendela gosong.
Atap runtuh sebagian.

Tapi luka terbesar bukan pada bangunan.
Luka terbesar berada di dada Nirwana: rumah itu kosong.

Ia berdiri di depan rumah sangat lama, hingga angin sore lewat pelan seakan enggan mengusik kesedihannya.

“Ini rumah saya,” katanya.
“Tapi rumah orang tua saya… sudah mereka bawa.”

Ia tidak masuk.
Ia hanya memegang pintu yang hangus itu—pintu yang pernah dibuka ayahnya untuk menyambutnya pulang, dan pernah ditutup ibunya dengan lembut.
Kini pintu itu hitam dan rusak.
Ia menyentuhnya seperti menyentuh rambut ibunya.

Di kamar sepupunya, ia membuka amplop itu perlahan.
Melihat angka-angkanya.
Dan ia tidak menangis karena uang itu.
Ia menangis karena dua nama di baliknya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )