Anak Wajo Itu Menggenggam Santunan, Tapi Sesungguhnya Ia Sedang Menggenggam Sisa-sisa Hidupnya“Ini bukan uang,” katanya.
“Ini pesan.”
Pesan dari ayah: “Tetap berdiri, Nak.”
Pesan dari ibu: “Jangan lupa jadi anak baik.”
Pesan dari Tuhan: “Aku mengganti dengan cara-Ku.”
Tidak ada yang mudah setelah kehilangan.
Tapi hidup tidak pernah menunggu seseorang sembuh.
Nirwana tahu itu.
Malam itu, ia menutup mata sambil memeluk dua amplop di dadanya.
Menarik napas panjang.
Dan berbisik lirih:
“Ayah… Ibu… saya akan lanjutkan hidup.”
Kalimat itu sederhana.
Tapi justru kesederhanaan itulah yang paling sulit dilakukan.
Api memakan rumah itu.
Api memakan dua jiwa itu.
Tapi ada satu hal yang api tidak sanggup padamkan:
Cinta seorang anak.
Cinta yang hari itu berjalan sendiri—dengan dua amplop di dada—untuk menerima kenyataan bahwa hidup memang tidak adil, tetapi Tuhan selalu punya cara yang lembut untuk menguatkan.
Nama anak itu: Andi Nirwana.
Dan ini bukan sekadar laporan santunan.
Ini adalah kisah tentang kekuatan manusia bertahan setelah hidupnya jatuh menjadi serpihan.
Kisah tentang seorang anak yang menangis, tapi tetap berdiri.(*)
Tidak ada komentar