Pesan Bupati Sidrap Untuk Syaqirah: Tetap jadi Pribadi yang Baik, Aja’ Mulisu, Ko de’mita DecengTidak banyak pejabat yang mengatakan hal seperti itu kepada anak muda. Banyak yang memberi selamat. Banyak yang memberi pujian. Tetapi sedikit yang menanamkan akar.
Bupati melanjutkan, “Dunia hiburan itu keras. Kalau kamu sombong, kamu akan redup. Banyak artis lebih keren di luar sana. Menang bukan soal suara saja, tapi soal sikap.”

Suasana ruang tamu menjadi sangat sunyi. Bahkan suara angin yang menyentuh jendela terdengar jelas. Syaqirah menunduk. Tangannya meremas ujung gamisnya. Ada rasa takut, mungkin. Ada rasa malu, mungkin. Tetapi di balik semua itu, ada rasa dihargai.
Ia diperlakukan bukan sebagai anak kecil, tetapi sebagai seseorang yang akan menempuh perjalanan panjang.
Lalu Bupati menutup petuahnya dengan kalimat Bugis yang terasa seperti mantra hidup:
(Kejarlah rezeki sampai batas takdirmu. Jangan tinggalkan kebaikan dan tetaplah menjadi pribadi baik.)
Ada ritme dalam kalimat itu. Ada akar budaya Bugis yang kuat. Ada filosofi tentang manusia yang diajarkan turun-temurun. Dan malam itu, nasihat itu bukan hanya untuk Syaqirah. Nasihat itu untuk seluruh ruang yang mendengarkannya.
Syaqirah mengangguk pelan sekali—gerakan kecil, tetapi cukup menunjukkan bahwa nasihat itu tidak akan lewat begitu saja.
Saat IJ diminta bercerita tentang perjalanan mereka selama mengikuti Dangdut Academy 7, ia tertawa kecil. Tawanya bukan tawa senang, tetapi tawa orang yang sudah terlalu banyak menyimpan cerita.
“Rezekinya cuma sampai Top 7,” katanya. “Tapi itu pencapaian luar biasa. Target pribadi saya sebenarnya Top 5.”
Kalimat itu jujur. Tidak dibuat untuk menyenangkan siapa pun.
Ia lalu menceritakan bagaimana mereka harus bolak-balik Sidrap–Jakarta tanpa banyak istirahat. Bagaimana mereka harus mengurus logistik pendukung, memobilisasi masyarakat, dan menjaga kondisi mental Syaqirah agar tidak goyah.
Dunia hiburan memang glamor di layar TV. Tetapi di balik itu, ada malam-malam ketika tubuh gemetar karena kelelahan. Ada saat-saat ketika seseorang hanya ingin tidur dua jam tanpa diganggu. Ada momen ketika panggung terasa jauh lebih mudah daripada mengatur hati sendiri.
Di titik itu, peran orang-orang seperti IJ, Hj Wahyuni, dan Bunda Kenzo terasa seperti pagar. Mereka bukan hanya menemani; mereka menjaga.
Ketika malam sudah sangat larut—mungkin sudah lewat pukul dua dini hari—rombongan menuju rumah IJ. Wajah semua orang terlihat letih, tetapi langkah mereka tetap stabil. Di rumah itu, lampu tidak begitu terang, tetapi suasananya luar biasa hangat.
Di ruang tamu, Hj Wahyuni duduk berhadapan dengan Syaqirah. Ia memegang tangan gadis itu. Tangannya lembut, tetapi ucapannya tegas:
“Nak, jangan pernah sombong. Ingat ibadah. Ingat orang tua. Dan jangan lupa semua orang yang bantu kamu.”
Ini nasihat yang hampir sama dengan Bupati. Bedanya, bila nasihat Bupati berbentuk prinsip hidup, nasihat Hj Wahyuni berbentuk pelukan seorang ibu.
IJ menambahkan, dengan suara nyaris pelan, “Saya anggap dia seperti anak kandung sendiri. Kalau butuh apa pun, bilang ke saya. Jangan takut.”
Malam semakin sunyi. Tetapi suasana rumah itu dipenuhi sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang: ketulusan.
Di tengah suasana haru itu, Pung Jenal, ayah Syaqirah, menyampaikan terima kasih. Ia menyebut nama-nama yang pernah membantu—daftar panjang yang menjadi bukti bahwa anak ini tumbuh bukan karena satu orang, melainkan karena komunitas besar yang berjalan di belakangnya.
Ada komunitas, keluarga besar, para relawan, para sponsor, hingga warga biasa yang mungkin tidak pernah muncul di foto, tetapi selalu hadir di momen penting—yang menabung diam-diam untuk mengirim dukungan, yang meminjamkan mobil, yang membuat poster, yang mencetak stiker, yang merekam video.
Pung Jenal mengucapkan terima kasih kepada; Mr. Lombenk Interior; Cemmangkiki; APT Anak Petani; Ball Biru Family; Pancasona Family; Sidrap Timur; Syaqirah Family; Sidrap Timur Aliansi (D’Sultan); Whale X WTP; Fenny Frans; King Ragnar; Jijang NLFamily; John Key Sidrap; TB 3N Luwu; HSK Fighter Haji Suka; Bento Family; Green Plafon PVC Sulawesi; Antos Tim Kampas Family; ARP 57 X MBdua; Jannah Coachrane; Owner Saraswati; Andi SNR Lombenk; Bapak Bupati Sidrap; Ani Arsyad; Putri Bajubodo Sidrap; Whale Family; Immach Beautyflash; BMS Family Bendoró; Owner Dars; serta semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tidak ada nada pamer. Yang ada adalah rasa syukur yang dalam. Ia sadar bahwa jalan anaknya tidak akan sejauh ini bila tidak ada tangan-tangan baik yang memikul bersama.
Ketika akhirnya mereka harus berangkat ke Makassar sebelum matahari terbit, suasana terasa berat. Tetapi bukan berat karena lelah. Berat karena malam itu terlalu indah untuk dilepaskan begitu saja.
Di Mogan, lampu sudah padam. Petugas sedang menyapu konfeti yang jatuh dari saat-saat penuh euforia. Tetapi sisa-sisa sorak dan doa masih menggantung di udara. Di tempat inilah Sidrap menyaksikan seorang gadis yang belajar rendah hati. Di tempat inilah Sidrap belajar bahwa dukungan bukan soal keramaian, tetapi soal keikhlasan.
Tidak ada komentar