Marsose GalaMakassar, Katasulsel.com — Penanganan kasus dugaan perlindungan anak yang menyeret seorang pria berinisial RS kembali mencuat setelah DPC Media Online Indonesia (MOI) Wajo resmi mendampingi pelapor ke Polda Sulsel.
Langkah ini, ditempuh sebagai respons atas dibebaskannya RS oleh penyidik Polres Wajo setelah 33 hari menjalani penahanan, yang menurut pihak keluarga dilakukan tanpa sepengetahuan pelapor utama.
Pantauan wartawan kami di Kota Sengkang, Jumat (5/12/2025), menunjukan dinamika pembicaraan masyarakat terkait kasus tersebut kembali menghangat.
Di beberapa warung kopi, warga tampak membicarakan soal kejelasan proses hukum, terutama setelah beredar kabar mengenai adanya pencabutan laporan oleh pihak keluarga korban.
Kasus ini sebelumnya bermula dari laporan terkait dugaan membawa lari gadis di bawah umur berinisial SS. Peristiwa itu melibatkan seorang pria berinisial RS alias Ac, warga Lingkungan Apala, Kelurahan Doping, Kecamatan Penrang, Kabupaten Wajo. RS diduga sempat diamankan selama 33 hari sebelum akhirnya dibebaskan setelah adanya surat perdamaian dan pencabutan laporan polisi oleh ayah korban, Mustaking.
Namun, pembebasan tersebut memunculkan keberatan dari Halimah, ibu kandung korban, yang menyatakan dirinya adalah pelapor resmi di SPKT Polres Wajo. Ia mengaku tidak mengetahui adanya pencabutan laporan yang dilakukan suaminya. Situasi inilah yang mendorong Halimah meminta pendampingan dari MOI Wajo.
Ketua DPC MOI Wajo, Marsose Gala, saat dikonfirmasi media ini, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengawal pengaduan ke Polda Sulsel dengan harapan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya. “Kami mendampingi ibu korban agar kasus ini kembali mendapat kepastian hukum. Harapan kami, prosesnya dibuka kembali dan ditangani sesuai aturan,” ujar Marsose dalam rilisnya.
Menurut Marsose, Unit 2 Subbid Paminal Polda Sulsel telah melakukan pemeriksaan terkait rangkaian kejadian di Polres Wajo. “Alhamdulillah, sudah ada pemeriksaan pada Rabu, 26 November 2025. Informasi yang kami terima, ayah korban dan penyidik Unit PPA Polres Wajo telah dimintai keterangan,” ungkapnya.
Pada Kamis (4/12/2025), Marsose bersama Halimah kembali mendatangi ruang Unit 2 Subbid Paminal Polda Sulsel untuk menanyakan perkembangan hasil pemeriksaan. Ia menegaskan bahwa kunjungan tersebut bertujuan mengawal kesinambungan proses hukum agar tidak menimbulkan kebingungan bagi pihak korban.
Halimah, ibu korban SS, saat dihubungi penyidik melalui sambungan telepon, turut menyampaikan keberatannya. Menurutnya, ia memperoleh informasi bahwa suaminya diberi waktu seminggu untuk “melunakkan” dirinya terkait pencabutan laporan.
Ia dengan tegas menyatakan tidak menerima opsi damai apa pun. “Saya tidak akan lunak. Pencabutan laporan itu tidak saya ketahui, dan akibatnya pelaku dibebaskan tanpa proses persidangan. Saya ingin kasus ini tetap berlanjut,” tegasnya.
Pernyataan Halimah tersebut menjadi salah satu poin krusial yang membuat MOI Wajo masuk dalam pendampingan. Menurut mereka, setiap proses hukum harus dilakukan dengan benar dan tetap menjamin hak-hak korban, terutama pada kasus yang menyangkut anak di bawah umur.
Sementara itu, penyidik Unit 2 Subbid Paminal Polda Sulsel yang menangani pengaduan tersebut memberikan tanggapan melalui pesan resmi. Dalam keterangannya, penyidik menyebut bahwa keputusan untuk tidak berdamai adalah hak pelapor.
“Itu hak Anda untuk tidak menerima perdamaian. Terkait hasil pemeriksaan di Polres Wajo, saat ini masih dalam tahap analisa dan penyusunan laporan,” tulis penyidik dalam pesan WhatsApp yang diteruskan kepada media ini.
Penyidik menyatakan, hasil pemeriksaan nantinya akan disampaikan melalui surat SP2HP kepada pihak pelapor. Mereka juga memastikan bahwa proses klarifikasi akan dilakukan secara profesional sesuai dengan ketentuan internal pengawasan Polri.
Dari sisi masyarakat, respons yang muncul cukup beragam. Sebagian menilai kasus ini menjadi pelajaran penting terkait pentingnya kejelasan posisi pelapor dalam suatu laporan pidana. “Kalau pelapornya tidak tahu ada pencabutan, tentu jadi masalah. Masyarakat ingin kasus ini transparan saja,” ujar Andi, warga Kecamatan Penrang yang ditemui media ini.
Tidak ada komentar