Rabu, 17 Des 2025

Panel Surya Solusi Efektif di Aceh, PLN Harusnya Utamakan Kepentingan Korban Bencana

Katasulsel.com
17 Des 2025 16:07
Jakarta 0 45
6 menit membaca

“Aneh menurut saya kalau sekelas Dirut tidak memiliki pemikiran dalam menuntaskan masalah ini. Padahal, salah satu solusi paling praktis, cepat dan sangat memungkinkan dilakukan untuk mengatasi kegelapan adalah dengan menggunakan solar panel, listrik tenaga surya dengan kelengkapan baterainya sembari menunggu perbaikan jaringan listrik PLN tuntas seluruhnya,” sebutnya.

Dikatakannya, dalam situasi darurat, infrastruktur kelistrikan sering kali lumpuh akibat robohnya tiang, putusnya kabel, atau terendam banjir. Di sisi lain, distribusi bahan bakar untuk genset kerap terkendala kondisi medan dan akses yang terbatas.

“Di tengah kondisi tersebut, sistem pembangkit listrik tenaga surya dengan baterai dapat langsung dimanfaatkan karena bekerja secara mandiri tanpa bergantung pada jaringan maupun pasokan BBM,” urainya.

Dan untuk kebutuhan solar panel itu, lanjut Yudhis, PLN bisa menggunakan anggaran emergency atau anggaran TJSL atas CSR bisa dipakai untuk pengadaannya khususnya di titik-titik vital seperti Rumah Sakit SPBU, PDAM, dan tenda pengungsian.

Banner Promosi WiFi

“Kalau PLN tidak mau mengambil langkah nyata ini, maka patut dipertanyakaan, jangan-jangan anggaran PLN sudah habis digunakan untuk alokasi tak jelas. Misalnya untuk membeli penghargaan demi pencitraan Dirut PLN. Karena heran juga kita solusi solar panel yang menjadi bagian energi baru terbarukan begini tidak pernah terlontar dari mulut seorang Dirut,” ujarnya.

“Kalau saja Dirut PLN punya kemampuan mencari solusi cerdas menyediakan solar panel, kami rasa maka kondisi Aceh yang sudah 16 hari padam tanpa listrik tidak akan terjadi. Teknologi ini memungkinkan pasokan listrik tetap tersedia meski jaringan utama mengalami kerusakan parah,” tegasnya.

Berdasarkan pengalaman dari negara-negara, pemulihan listrik pascabencana kerap menjadi tantangan terbesar. Pasca Badai Maria yang melanda Puerto Rico, proses pemulihan jaringan listrik berjalan sangat lambat hingga berbulan-bulan. Sekitar lima persen penduduk masih hidup tanpa listrik dalam waktu lama, kondisi yang membahayakan keselamatan jiwa karena layanan kesehatan, penyimpanan makanan, hingga operasi penyelamatan sangat bergantung pada pasokan listrik yang stabil.

Pemanfaatan solar panel atau energi surya untuk penanganan bencana bukan hal baru. Di Puerto Rico, Tesla memasang sistem panel surya dan baterai Powerwall untuk menopang operasional rumah sakit anak di San Juan serta membangun microgrid sementara hingga jaringan utama pulih.

Sementara itu, pasca gempa Nepal 2015, organisasi nirlaba SunFarmer menghadirkan penerangan jalan, pemurni air tenaga surya, dan sistem listrik mandiri untuk desa-desa terpencil yang terdampak paling parah. Bahkan sejak Badai Hugo pada 1988, tenaga surya telah digunakan untuk pertama kalinya dalam operasi bantuan bencana.

Kondisi serupa juga relevan di Indonesia, khususnya di wilayah rawan bencana seperti Aceh. Dalam situasi darurat, infrastruktur kelistrikan sering kali lumpuh akibat robohnya tiang, putusnya kabel, atau terendam banjir. Di sisi lain, distribusi bahan bakar untuk genset kerap terkendala akses dan kondisi medan.

“Makanya saya sangat yakin panel surya dengan baterai menjadi solusi karena dapat bekerja secara mandiri tanpa bergantung pada jaringan maupun pasokan BBM,” tukasnya.

Apalagi kecepatan instalasi menjadi keunggulan utama teknologi ini. panel surya dan baterai bisa segera dipasang untuk memenuhi kebutuhan listrik di lokasi-lokasi krusial seperti posko pengungsian, fasilitas kesehatan, hingga pusat komunikasi.

“Dalam kondisi bencana, yang dibutuhkan adalah solusi yang cepat dan praktis. Panel surya dengan baterai bisa langsung digunakan tanpa menunggu jaringan pulih atau pasokan BBM datangm Mikir donk Dirut, jangan sibuk pencitraan saja, buat-buat content bersama pejabat PLN lainnya. Toh kan yang kerja semuanya vendor PLN, jangan jadi sok si paling sibuk juga,” kritiknya.

Di sisi lain, ia juga menyampaikan kritik terhadap implementasi transisi energi yang selama ini dijalankan. Ia menilai, kerja sama sejumlah BUMN seperti PLN dengan berbagai pihak, termasuk pembentukan perusahaan patungan (joint venture company/JVC) untuk pembuatan panel surya, masih banyak berhenti pada tataran seremoni dan belum benar-benar siap menjawab kebutuhan di lapangan.

“Banyak kerja sama dan peresmian pabrik panel surya yang digaungkan sebagai bagian dari transisi energi. Tapi ketika bencana terjadi, justru perangkatnya tidak siap digunakan secara cepat. Ini menunjukkan ada jarak antara narasi transisi energi dan kesiapan operasional,” sebutnya.

Menurutnya, kondisi tersebut membuat energi surya yang seharusnya bisa menjadi solusi darurat justru tidak hadir saat paling dibutuhkan. Padahal, dalam situasi bencana, waktu menjadi faktor penentu keselamatan masyarakat.

“Kalau dalam keadaan darurat kita masih harus menunggu produksi, distribusi, atau prosedur administratif, maka manfaat energi surya menjadi tidak optimal. Transisi energi seharusnya dibarengi kesiapan sistem darurat, bukan hanya seremoni,” lanjut Yudhis.

Ia menegaskan bahwa panel surya dan baterai seharusnya sudah disiapkan sebagai bagian dari sistem siaga bencana nasional, bukan sekadar proyek jangka panjang.

Karena tanpa kesiapan tersebut, transisi energi berisiko dipersepsikan publik sebagai konsep yang jauh dari kebutuhan nyata masyarakat.

Meski begitu, Yudhistira menekankan bahwa panel surya dan baterai tetap memiliki peran penting, terutama sebagai solusi awal sebelum jaringan listrik permanen kembali beroperasi.

“Meski demikian, pemulihan sistem kelistrikan utama, tetap menjadi tulang punggung ketahanan energi jangka panjang. Pemanfaatan energi surya dalam penanganan bencana dinilai sejalan dengan upaya memperkuat ketahanan energi sekaligus mendorong penggunaan energi bersih. Namun, ke depan, transisi energi dituntut tidak hanya kuat secara narasi, tetapi juga terbukti siap digunakan ketika krisis benar-benar terjadi,” pungkasnya.

Editor: Harianto

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )