9 Aturan untuk WajoKedua, Ranperda tentang Pengelolaan Jasa Konstruksi. Soal tata kelola proyek. Soal kualitas pembangunan.
Ketiga, Ranperda tentang Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2020 tentang Kabupaten Layak Anak. Soal masa depan. Soal generasi berikutnya.
Tiga ranperda ini menunjukkan satu hal: fungsi legislasi DPRD berjalan. Tidak hanya menunggu usulan eksekutif.
Menariknya, masih ada tiga ranperda usulan pemerintah daerah yang tidak masuk Propemperda. Tapi bukan berarti gugur.
Ranperda itu bisa diajukan di luar Propemperda, sesuai kebutuhan.
Isinya:
Artinya, ruang fleksibilitas tetap ada.
Menjelang siang, rapat paripurna ditutup. Palu diketuk sekali lagi.
Para peserta berdiri. Bersalaman. Beberapa langsung bergegas keluar ruangan.
Ruang rapat kembali sunyi.
Namun pekerjaan sesungguhnya baru dimulai.
Sembilan ranperda itu akan dibahas.
Akan diuji.
Akan diperdebatkan pasal demi pasal.
Sebagian mungkin mulus.
Sebagian mungkin alot.
Tapi di situlah demokrasi lokal bekerja—pelan, formal, dan sering kali jauh dari sorotan.
Perda jarang jadi berita utama.
Tidak viral.
Tidak ramai dibicarakan.
Namun ia menentukan banyak hal: harga, layanan, kewenangan, bahkan hak dan kewajiban warga.
Di ruang paripurna yang tenang itu, Wajo sedang menata dirinya sendiri.
Lewat aturan.
Lewat pasal.
Lewat keputusan yang tampak sepele, tapi berdampak panjang.
Dan seperti banyak hal penting dalam pemerintahan, ia lahir tanpa sorak-sorai. (*)
Tidak ada komentar