Camelia Lubis: Jangan Biarkan Atlet Bertarung Sendirian

Camelia Lubi

Jakarta, katasulsel.com — Di tengah gegap gempita euforia olahraga, ada suara lirih yang kerap luput dari sorotan kamera: suara orang tua atlet yang harus menandatangani surat pernyataan risiko. Ibarat relawan dalam diam. Bila anaknya cedera, mereka siap menanggung seluruh beban medis — baik moril maupun materiel.

Sekretaris Jenderal Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA), Camelia Panduwinata Lubis, memilih tidak tinggal diam. Dalam sebuah pernyataan yang menggugah kesadaran kolektif, ia mengusulkan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, sebuah terobosan: asuransi kesehatan menyeluruh bagi atlet tingkat provinsi hingga nasional.

Ibarat prajurit di medan laga, atlet kita bertarung membawa nama daerah bahkan negara. Tapi ironis, perlindungan dasarnya saja belum sepenuhnya dijamin,” ujar Camelia, yang dikenal vokal dalam isu-isu sosial kemasyarakatan, Selasa (4/6).

Camelia Lubis, yang juga mantan atlet karate, mengatakan cabang-cabang olahraga berisiko tinggi seperti taekwondo menjadi contoh nyata. Olahraga ini menggabungkan kecepatan, kelincahan, dan kontak fisik intensif. Dalam istilah biomekanika, potensi trauma muskuloskeletal sangat tinggi — terutama pada ligamen, meniskus, bahkan sistem saraf perifer.

Namun saat insiden terjadi di lapangan, keputusan medis bukan hanya soal tindakan — melainkan soal biaya. Dalam banyak kasus, surat pernyataan orang tua menjadi satu-satunya jaring pengaman. Suatu bentuk “kontrak sosial” yang sejatinya menggambarkan kegagapan sistemik.

Harus ada intervensi kebijakan berbasis human security. Atlet bukan hanya mesin prestasi, mereka adalah manusia yang layak mendapatkan jaminan perlindungan,” tegas Camelia.

Usulan KITA bukan sekadar retorika sosial, melainkan membidik akar dari persoalan sistemik dalam tata kelola olahraga Indonesia. Dalam teori kebijakan publik, hal ini masuk dalam ranah preventive policy — yakni strategi mitigasi risiko melalui instrumen jaminan sosial.

Negara hadir tidak hanya dalam seremoni, tapi juga dalam protokol perlindungan,” kata Camelia. “Ini soal martabat. Jangan biarkan masa depan atlet ditentukan oleh angka tagihan rumah sakit.

Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA), yang selama ini dikenal sebagai organisasi yang menjembatani aspirasi kerakyatan dengan nilai-nilai kebangsaan, kini menaruh perhatian besar pada dunia olahraga.

Menurut Camelia, dunia olahraga tidak boleh sekadar menjadi panggung prestasi, tapi juga laboratorium nilai kemanusiaan.

Kita butuh pendekatan holistic well-being untuk atlet. Fisik, mental, dan jaminan sosialnya harus utuh,” pungkasnya.

Usulan Camelia ibarat sebuah wake-up call bagi para pemangku kepentingan olahraga nasional. Sudah saatnya negara memaknai atlet sebagai social capital yang tak ternilai.

banner 300x600

Karena ketika tubuh mereka terhantam di arena, bukan hanya rasa sakit yang mereka tanggung. Tapi juga kekosongan sistem yang…
(belum sepenuhnya hadir untuk mereka).

Wahyu Widodo Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup