Logo Katasulsel
🔊 Klik untuk dengar suara
Logo Overlay
đź”´ Tiga Tahun Cinta Hancur dalam Sehari, Dia Kabur Patah Hati, Lalu Sang CEO Muncul đź”´ Kat-Tv dan Katasulsel.com Membutuhkan Jurnalis, Silakan Hubungi 082348981986 (Whatsapp) đź”´

Kajati Sulsel Agus Salim Restoratif-kan Pengeroyokan Warisan di Jeneponto

Makassar, Katasulsel.com — Sebidang sawah. Harta warisan. Dua mantan suami istri. Tiga anak. Dua saudara. Dan satu parang yang nyaris memecah lebih dari sekadar kepala—tapi juga garis darah.

Itulah potret kelam yang nyaris menetap di Dusun Pungkaribo, Jeneponto. Namun, hari ini, Kamis (20/6/2025), di gedung Kejaksaan Tinggi Sulsel, perkara ini disiram embun keadilan. Agus Salim, sang Kajati Sulsel, mengetuk palu damai.

Perkara ini tak ringan: Pengeroyokan, Pasal 170 KUHP. Enam nama terseret: Untung, Sangkala, Hadasia, Hammado, Adi, dan Dandi. Mereka bukan preman. Mereka bukan geng jalanan. Mereka… keluarga.

Ya, semuanya masih satu darah.

Konflik dimulai dari lahan sawah yang diwariskan, dan pertikaian lama antara mantan suami istri: Hammado dan Hadasia. Saat Hammado mencoba mengambil hak sawah untuk anaknya, situasi memanas. Sangkala menghunus parang. Untung datang mengayunkan senjata. Lalu bentrok pecah. Pukulan, sabetan, dan laporan polisi.

Namun, di balik luka dan dendam, tersimpan sesuatu yang tak bisa dihitung oleh pasal-pasal KUHP: ikatan keluarga. Inilah celah bagi restoratif justice untuk masuk.

Kajari Jeneponto, Teuku Luftansya Adhyaksa P, bersama timnya—Kasi Pidum Kasmawati Saleh dan Jaksa Fasilitator Nurmala Ramli—tak gegabah menyeret semua ke kursi pesakitan. Mereka memilih memediasi. Menyusun perdamaian. Dan membawanya ke Makassar, ke meja Kajati Sulsel.

Agus Salim mendengarkan langsung ekspose perkara secara daring. Ia tak sekadar melihat dokumen. Ia mendengarkan testimoni. Ia menimbang rasa dan logika.

banner 300x600

Syarat restoratif justice terpenuhi:
âś“ Bukan residivis
âś“ Ancaman pidana di bawah lima tahun
âś“ Luka korban telah pulih
âś“ Ada perdamaian murni
âś“ Tak menimbulkan keresahan sosial

“Telah memenuhi ketentuan Perja 15. Korban sudah memaafkan. Dan ini demi menjaga harmonisasi masyarakat. Maka saya setujui permohonan RJ ini,” ujar Agus Salim tegas.

Tak berhenti di situ. Ia menekankan pentingnya zero transaksional. Bahwa damai ini bukan karena sogokan. Bukan karena titipan. Tapi karena hukum yang bernurani.

“Segera selesaikan administrasi, dan bebaskan para tersangka. Ini harus menjadi preseden baik di Sulsel,” pesan Agus Salim.

Warisan bisa jadi ladang. Bisa juga jadi bara. Tapi di tangan kejaksaan yang memahami makna keadilan substantif—sengketa keluarga bisa kembali menjadi keluarga. (tupue)

Di Jeneponto, parang sempat bicara. Tapi hari ini, damai yang menang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup