Diduga Langgar Prosedur, Penggeledahan oleh Polisi di Parepare Tuai Sorotan Publik

Foto Ilustrasi

Parepare, katasulsel.com — Ketenangan sebuah rumah di kawasan BTN Bukit Madani Permai, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare, mendadak berubah jadi ruang interogasi informal.
Enam pria berpakaian preman, yang diduga berasal dari institusi kepolisian, mendatangi rumah Dewi Tamala (35) tanpa menunjukkan identitas maupun dokumen legalitas tindakan mereka.

“Tak ada surat tugas. Tak ada penjelasan. Hanya menyebut berasal dari kepolisian. Tapi saya tidak tahu siapa mereka sebenarnya,” tutur Dewi dalam nada cemas, Kamis, 10 Juli 2025.

Ironisnya, penggeledahan itu berlangsung di hadapan anak dan keponakan Dewi yang masih di bawah umur.

Sebuah momen yang mestinya dijaga secara prosedural, justru berlangsung tanpa pengawasan atau kehadiran perangkat lingkungan—sebuah syarat normatif sebagaimana diatur dalam Pasal 33 KUHAP dan diperkuat oleh Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

Dua Lokasi, Nol Bukti, dan Satu Pertanyaan Besar: Di Mana Akuntabilitas?
Penggeledahan tak hanya terjadi di rumah Dewi. Rumah orang tuanya di Lapadde pun ikut menjadi sasaran.

Namun, dari dua titik penggeledahan itu, tak satu pun ditemukan barang bukti mencurigakan, dan para pria tersebut langsung meninggalkan lokasi begitu saja—seolah operasi usai tanpa konsekuensi.

Dewi baru mengetahui keesokan harinya bahwa mereka adalah anggota Satuan Narkoba Polres Parepare, berdasarkan pengakuan informal dari salah satu pria yang ikut dalam penggeledahan.

Kusuma Atmaja, S.H., kuasa hukum keluarga, angkat bicara. Menurutnya, tindakan yang dilakukan para petugas tersebut bertentangan dengan prinsip due process of law dan berpotensi menjadi pelanggaran etika profesi kepolisian maupun pelanggaran pidana administratif.

banner 300x600

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup