Klik tombol di bawah untuk menonton melalui situs resmi Kat TV.
▶ Tonton Kat TVatau buka: https://katasulsel.com/nonton-kat-tv/
Sidrap, katasulsel.com – Restoratif Justice, atau yang kerap disebut Keadilan Restoratif, bukanlah sekadar proses “tabur damai” antara korban dan pelaku. Demikian penegasan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sidrap, Muslimin Lagalung, S.H., saat menjadi salah satu bintang tamu Podcast Katasulsel.com bersama Kasi Pidum Kejari Sidrap, Ridwan Sahputra, S.H., M.H., Selasa malam (12/8/2025).
“Apalah artinya berdamai kalau setelahnya hubungan retak, lingkungan tidak kembali harmonis, atau korban masih merasa tertekan. Restorative Justice itu soal memulihkan keadaan, mengembalikan situasi seperti sebelum perkara terjadi,” tegas Muslimin, membuka paparannya dengan nada serius namun mudah dicerna.
Muslimin menjelaskan, konsep RJ lahir dari pemikiran bahwa hukum pidana tidak melulu harus berakhir di meja hijau dengan vonis hakim. Dalam KUHAP dan peraturan terkait, khususnya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, RJ memberikan ruang penyelesaian perkara di luar jalur peradilan formal (non-litigasi) dengan prinsip-prinsip keadilan yang menitikberatkan pada kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat.
“Banyak orang mengira RJ itu sekadar damai. Padahal, damai itu baru sebagian kecilnya. Ada due process of law yang harus dijalankan—mulai dari kesediaan kedua belah pihak, pengakuan pelaku, hingga adanya jaminan tidak akan mengulangi perbuatan,” jelasnya di acara yang dipandu langsung Pemred Katasulsel.com, Edy Basri
Ia membeberkan sederet jenis perkara yang bisa diselesaikan lewat RJ, antara lain:
“Namun, tidak semua kasus bisa RJ. Misalnya, tindak pidana narkotika diluar pemakai/pengguna (korban), kejahatan terhadap nyawa, atau yang berulang kali dilakukan, itu jelas excluded,” imbuh Muslimin.
Syarat-syarat RJ pun ia uraikan dengan runut: adanya perdamaian yang tulus antara korban dan pelaku; kerugian telah diganti atau dipulihkan; pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana; dan mendapat persetujuan dari keluarga, tokoh masyarakat, serta aparat penegak hukum terkait.
“Penting dicatat, RJ itu bukan ‘jalan pintas’ untuk menghindari hukuman, melainkan sebuah mekanisme untuk menyeimbangkan antara retributive justice (keadilan yang menghukum) dan restorative justice (keadilan yang memulihkan),” ujarnya.
Bersambung…
Tidak ada komentar