Lubang Kecil, Manfaat Besar: Cerita Mahasiswa KKN Unhas di Desa Alesilurungnge-Wajo

Katasulsel.com
14 Agu 2025 10:24
Feature 0 45
2 menit membaca

Di desa itu, Alesilurungnge, tanahnya gembur. Kalau diinjak, ada bunyi “gluduk” pelan, tanda ada rongga udara di dalam. Tapi itu bukan dari biopori. Itu memang karakter tanah di sini—subur, tapi cepat jenuh air kalau hujan deras.

Penulis: Edy Basri

Saya datang di hari terakhir mahasiswa KKN Universitas Hasanuddin menanam lubang-lubang biopori di pekarangan warga.

Ada enam rumah. Di tiga dusun. Coka, Bake’e, dan Alesilurung. Masing-masing satu lubang. Sederhana. Tapi, seperti semua hal sederhana di desa, ini bisa panjang ceritanya.

Mereka mulai 23 Juli. Selesai 4 Agustus. Tidak buru-buru. Mahasiswa memang punya ritme sendiri: seperti membangun, tapi sambil ngobrol; bekerja, tapi sambil mengajar.

Mereka menggali tanah, sedalam kira-kira satu meter. Memasukkan pipa PVC berlubang-lubang. Lalu menutup bibirnya dengan penutup yang juga punya lubang—agar air masuk, tapi sampah tidak berserakan.

Di situ, mereka bicara tentang sisa sayuran, kulit pisang, daun kering, ampas kopi. Semua organik. Semua akan diurai oleh mikroba tanah.

Jangan tanya saya jenisnya, tapi mereka menyebutnya: Bacillus, Actinomycetes, dan jamur Trichoderma. Nama-nama yang terdengar seperti obat, padahal itu tentara kecil yang bekerja membongkar sampah jadi kompos.

Saya lihat satu ibu rumah tangga tersenyum, sambil bilang, “Sekarang sampah dapur saya langsung masuk ke sini. Sekalian mengurangi genangan.” Dia tidak bilang “mengoptimalkan infiltrasi air” atau “meningkatkan porositas tanah”. Tapi, kalau mau sok ilmiah, itu lah yang sebenarnya dia katakan.

Lubang biopori memang seperti itu. Kerjanya diam-diam. Tidak ada bunyi. Tidak ada wangi. Tidak perlu disiram. Ia hanya menunggu hujan turun, lalu menyedot air ke dalam tanah.

Membuat cacing betah tinggal di situ. Dan cacing itu, tanpa diminta, menggemburkan tanah di sekitarnya.

Mahasiswa KKN ini tahu, lubang-lubang ini tidak akan viral di media sosial. Tidak ada drone yang mengabadikan. Tidak ada spanduk besar.

Tapi, mereka juga tahu, lubang ini akan bekerja puluhan tahun ke depan. Mungkin sampai anak-anak yang sekarang berlarian di pekarangan itu sudah jadi mahasiswa juga.

Kadang, perubahan memang datang lewat hal-hal kecil seperti ini. Tidak spektakuler. Tidak perlu konferensi pers.

Hanya sebuah pipa yang ditanam satu meter ke dalam tanah, dan kesediaan orang desa untuk memasukkan sampah organik mereka ke dalamnya.

Kalau hujan deras turun bulan depan, dan pekarangan itu tetap kering, mungkin tidak ada yang ingat siapa yang menanam lubang itu. Tapi lubang itu akan terus bekerja. Tanpa pamit. Tanpa berhenti. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )

x
x
x Gabung WhatsApp