Makassar, Katasulsel.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, di bawah kepemimpinan Kepala Kejati Agus Salim dan Wakil Kepala Kejati Robert M. Tacoy, mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money Melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana.” Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 tahun 2025.
Acara yang diselenggarakan oleh Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) bekerja sama dengan Universitas Al Azhar Indonesia ini diikuti oleh seluruh jajaran Kejati Sulsel secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting. Seminar ini menjadi forum penting untuk kolaborasi antara akademisi dan praktisi hukum dalam membahas isu-isu strategis penegakan hukum dan pembaruan sistem peradilan pidana di Indonesia.
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan Kejaksaan. Dalam sambutannya, ia menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan semakin meningkat dan berharap lembaga ini terus menjadi yang terdepan.
“Dari tahun ke tahun tingkat kepercayaan publik kepada kejaksaan semakin meningkat, bahkan selalu dalam posisi pertama sebagai aparat penegak hukum. Semoga terus menjadi lembaga negara yang kredibel,” ujar Prof. Asep.
Senada dengan itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Islam Al Azhar Indonesia, Prof. Jimly Asshiddiqie, menekankan pentingnya mempersiapkan sistem hukum yang adaptif.
“Dunia hukum kita sedang banyak masalah, perkembangan sektor lain membuat adanya distrupsi. Kita harus mempersiapkan kelembagaan yang sistemik dan sistem hukum yang adaptif dan tidak kaku,” jelasnya.
Jaksa Agung RI, Prof. Dr. St. Burhanuddin, S.H., M.H., dalam keynote speech-nya, menyatakan bahwa seminar ini adalah momentum untuk memberikan masukan dalam pembaharuan sistem hukum pidana. Ia menegaskan, seminar ini merupakan bentuk kolaborasi antara akademisi dan praktisi yang bertujuan untuk mempertajam penegakan hukum.
“Penegakan hukum sebagai agen pendukung dalam mencapai tujuan negara dan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan hukum dipengaruhi perkembangan zaman,” ucap Jaksa Agung.
Lebih lanjut, Jaksa Agung menjelaskan beberapa poin penting yang perlu didiskusikan terkait konsep Badan Pemulihan Aset (BPA). Hal ini mencakup subjek delik yang akan ditangani oleh BPA, jenis delik yang dapat dikenakan, hingga kedudukan lembaga pengadilan dalam menentukan validitasnya.
Menurutnya, pembahasan ini sangat krusial untuk mengoptimalkan pendekatan follow the asset dan follow the money, serta implikasi hukum dari penyelesaian tindak pidana melalui BPA. “Ini bukan untuk melemahkan tapi untuk mempertajam penegakan hukum,” tegasnya.
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka dari berbagai universitas, yang memberikan perspektif akademis yang mendalam. Mereka adalah Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. dari Universitas Al-Azhar Indonesia; Dr. Febby Mutara Nelson, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Eddy Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. (Wakil Menteri Hukum) dari Universitas Indonesia; serta Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. dari Universitas Jenderal Soedirman. Diskusi yang dipandu oleh Prita Laura, S.H. sebagai moderator ini berlangsung interaktif, dengan pertanyaan dan masukan yang konstruktif dari para peserta.
Secara keseluruhan, seminar ini memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan hukum di Indonesia. Diskusi yang mendalam mengenai optimalisasi pendekatan follow the asset dan follow the money diharapkan dapat menjadi landasan kuat bagi perumusan kebijakan dan regulasi yang lebih efektif di masa depan. Kegiatan ini menegaskan komitmen Kejaksaan dalam beradaptasi dan berinovasi untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang adil, transparan, dan mampu memulihkan kerugian negara secara maksimal.
Tidak ada komentar