Minggu, 05 Okt 2025

Batik Diam-Diam ‘Bekerja’ di Kantor BPN Sidrap

Katasulsel.com
2 Okt 2025 10:10
Feature 0 101
3 menit membaca

Kantor yang biasanya kaku dengan sertifikat tanah, tiba-tiba terasa cair. Hanya karena satu hal sederhana: batik yang dipakai serentak

Penulis: Sudarso Bakri Musa

Tidak ada baliho. Tidak ada panggung. Tidak ada pidato.

Tapi pagi itu, 2 Oktober 2025, Kantor Pertanahan Sidrap seperti berubah jadi ruang pameran budaya. Semua pegawai datang dengan batik.

Dari kepala kantor sampai staf paling muda. Dari motif klasik parang yang sakral, sampai motif modern dengan warna terang.

Yang terasa bukan seragamnya. Tapi auranya. Kantor yang biasanya kaku dengan berkas dan sertifikat tanah, tiba-tiba lebih cair. Lebih hangat. Seperti sedang merayakan sesuatu—tanpa pesta.

Ir Taufik MT MM, kepala kantor, punya penjelasan yang sederhana tapi dalam. “Batik bukan sekadar kain. Ia punya filosofi. Dengan memakainya, kita menjaga identitas bangsa,” katanya.

Kalimat itu biasa terdengar. Tapi di kantor itu, kalimat itu menemukan konteksnya. Karena batik memang bukan sekadar hiasan.

Ia lahir dari tangan-tangan sabar para pembatik. Dari malam panas yang menetes pelan. Dari motif yang menyimpan doa dan harapan.

Dan kini, ia duduk di meja kerja pegawai BPN Sidrap. Mengetik akta tanah. Membuka map sertifikat. Mengukur peta bidang. Bekerja seperti biasa. Tapi dengan batik.

Saya membayangkan seorang staf mengenakan batik biru laut, melayani warga yang datang minta informasi.

Seorang pegawai lain dengan batik merah marun, sedang memeriksa berkas pengukuran. Atau yang mengenakan batik hitam elegan, serius mengetik di komputer. Semua berbeda motif. Tapi menyatu.

Hari itu, kantor BPN Sidrap bukan sekadar kantor. Ia berubah menjadi galeri budaya. Tanpa spanduk. Tanpa dekorasi. Hanya dengan batik di tubuh para pegawai.

Taufik tidak mau momentum itu dianggap seremonial. “Batik itu perekat. Dengan batik, kita bisa perkuat rasa cinta tanah air,” ujarnya.

Dan memang benar. Batik bisa dipakai siapa saja. Bisa di acara resmi, bisa di jalan santai. Bisa dengan jas, bisa dengan sneakers. Batik tidak pernah menolak zaman. Ia justru membaur. Tetap jadi dirinya, tapi tetap bisa hidup di mana pun.

Itulah yang membuat momen di Sidrap terasa istimewa. Batik tidak sekadar dipamerkan. Tidak sekadar dipajang di museum atau dipamerkan di catwalk. Ia dipakai. Dihidupkan. Bekerja.

Dan itu terjadi di BPN Sidrap. Sebuah kantor yang biasanya kita bayangkan sibuk dengan dokumen pertanahan, tiba-tiba tampil lain. Menjadi cermin sederhana bahwa budaya bisa hadir di ruang manapun—bahkan di ruang kerja paling birokratis sekali pun.

Bagi sebagian orang, itu mungkin hanya seragam tahunan. Tapi di Sidrap, itu catatan kecil. Catatan bahwa warisan budaya dunia ini tidak hanya diingat, tapi dijaga. Tidak hanya dirayakan, tapi dipakai.

Dan ironisnya, itu justru terjadi jauh dari pusat kebudayaan batik sendiri. Dari Sidrap, Sulawesi Selatan.

Batik diam-diam bekerja. Menghangatkan ruang kerja. Menyatukan perbedaan. Menjaga bangsa ini tetap utuh. Dari Sidrap, untuk Indonesia.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )