Kamis, 13 Nov 2025

Bukti Cinta Sidrap ke Syaqirah, Bupati pun Ngirim D’Boss dan D’Sultan Meletup di Detik Penentuan

Katasulsel.com
13 Nov 2025 13:12
6 menit membaca

Malam result DA 7 Indosiar malam tadi, Rabu (12/11), benar-benar bergetar dan serba tegang. Sampai-sampai, Bupati Syaharuddin Alrif pun rela kirim D’Boss demi Syaqirah.

Oleh: Edy Basri

Tidak setiap malam layar televisi memancarkan getar yang sama antara Jakarta dan Sidrap. Tapi semalam, dua dunia terasa menyatu: dunia panggung Indosiar yang gemerlap dan dunia desa Kalosi Alau yang sederhana — tempat seorang gadis muda bernama Syaqirah menapaki mimpinya.

Nama Syaqirah Sidrap disebut paling pertama oleh pembawa acara. Ia lolos ke Top 7 Dangdut Academy (DA) 7. Suara penonton membuncah, lampu berputar, musik menggema. Tapi di tengah euforia itu, ada satu kisah kecil yang lebih besar dari sekadar lomba: kisah cinta kolektif satu kabupaten kepada satu anak muda.

Dari Kecamatan Dua Pitue hingga Baranti, dari rumah petani hingga kafe-kafe di Pangkajene dan di Rappang, malam itu semua orang berbicara tentang satu hal — “malam result.” Tidak ada diskusi politik, tidak ada rapat kampung. Yang ada hanyalah pesan berantai: “Jangan lupa kirim D’Boss untuk Syaqirah malam ini.”

Dan mereka kirim. Bukan satu, bukan dua. Lima belas D’Boss dan satu D’Sultan.
Bagi warga Sidrap, kiriman itu bukan transaksi virtual. Itu bentuk cinta, rasa bangga, dan harga diri. Klik jari di ponsel berubah menjadi doa, berubah menjadi semangat, berubah menjadi bukti bahwa mereka ada di belakang Syaqirah — sepenuh hati.

Di deretan penonton depan, Bupati Syaharuddin Alrif duduk bersama Wakil Bupati Nur Kanaah. Di samping mereka, IJ, Koordinator Syaqirah Lovers, menatap panggung dengan mata yang nyaris tak berkedip. Sementara sejumlah pengusaha tambang nikel yang datang khusus dari Sulawesi tampak menggenggam ponsel, bersiap mengirim gift terakhir di menit-menit penentuan.

Ketika pembawa acara mengumumkan nama “Syaqirah Sidrap”, Bupati melompat berdiri. Ia memeluk siapa saja di dekatnya. Ada tawa. Ada air mata. Dan ada kalimat lirih yang tertangkap kamera:
Dia bukan hanya wakil Sidrap. Dia wakil harga diri Bugis.

Kalimat itu bukan sekadar ungkapan emosional seorang kepala daerah. Ia mewakili seluruh rasa yang tak bisa dijelaskan oleh statistik voting. Mungkin inilah puncak kebanggaan kolektif sebuah daerah kecil yang selama ini lebih sering menjadi penonton daripada diberi panggung.

Beberapa tahun lalu, masyarakat Bugis pernah memahat kebanggaannya lewat nama Selvi dari Soppeng. Kini, harapan itu seperti pindah rumah — ke Syaqirah dari timur Sidrap.

Mereka bertetangga, berbagi dialek, berbagi nilai. Tapi kali ini, Sidrap ingin menunjukkan bahwa mereka pun punya bintang. Dan bukan sembarang bintang — bintang yang tidak malu mengaku dari kampung.

Kalosi Alau, desa tempat Syaqirah lahir, malam itu seperti kota kecil yang tak tidur. Listrik sempat nyaris padam karena warga menyalakan televisi dan gawai bersamaan. Anak-anak duduk di tikar depan rumah, orang tua menatap layar besar di balai desa.

Satu warga menulis di grup Facebook Sidrap Bangkit: “Kalau PLN matikan listrik malam ini, saya naik ke tiang.”

Candaan, tentu saja. Tapi di balik tawa itu ada kesungguhan yang tulus — rasa memiliki yang mendalam.

Bagi mereka, Syaqirah adalah kita. Seorang gadis muda dari tanah sawah yang berhasil berdiri di atas panggung nasional tanpa kehilangan aksen Bugis-nya, tanpa kehilangan sopan santunnya, tanpa kehilangan siri’ — kehormatan diri.

Sosiolog lokal menyebut fenomena ini sebagai bentuk transformasi budaya Bugis dalam ruang digital. Kalau dulu dukungan diwujudkan lewat arak-arakan, kini diwujudkan lewat gift virtual.
Tapi semangatnya sama: sipakatau, sipakalebbi, sipakainge — menghargai, memuliakan, mengingatkan.

“Teknologi hanya mengganti medianya,” ujar seorang dosen muda di Sidrap. “Dulu gotong royong pakai tenaga, sekarang pakai pulsa dan jempol. Tapi semangatnya sama: tidak mau lihat orang sendiri jatuh di panggung orang lain.”

Mungkin itu sebabnya ketika ada pengumuman, gift meletup bersamaan. Di layar aplikasi, muncul kilatan warna emas bertuliskan: D’Sultan sent! Itu bukan efek grafis. Itu tanda cinta kolektif.

Bupati Syaharuddin sendiri mengakui, ia ikut mengirim D’Boss untuk Syaqirah. Ia tahu betul nilai ekonominya tidak kecil. Tapi bagi seorang pemimpin daerah, kadang ada hal yang lebih berharga daripada nominal — yakni kebanggaan rakyatnya.

“Ini bentuk perhatian kami,” katanya. “Biar anak kita tahu, pemerintah juga peduli pada perjuangannya.”

Kalimat itu sederhana, tapi diucapkan dengan wajah yang benar-benar lega. Seolah bukan hanya Syaqirah yang lolos malam itu, tapi juga Sidrap yang berhasil menembus batasnya sendiri.

Dari sudut pandang psikologi sosial, apa yang terjadi pada warga Sidrap sebenarnya menarik. Dukungan mereka terhadap Syaqirah tidak semata karena bakat, tapi karena ia menjadi cermin aspirasi kolektif.

Orang kampung ingin dilihat — bukan karena kemiskinan, tapi karena potensi. Dan ketika satu anak daerah berhasil muncul di televisi nasional, semua orang merasa ikut naik ke panggung.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Portal Berita Berbadan Hukum

PT WEPRO DIGITAL INDONESIA
Kemenkum HAM RI
No. AHU-0190238.AH.01.11,

Nomor Induk Berusaha: 0809240015028,
Rekening Perusahaan No: 120-003-000013438-6 (Bank Sulselbar)

Jl. Ganggawa No. 149 Tellu Limpoe, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Phone: +62 823 4898 1986

Email:
katasulsel@mail.com (Redaksi)
katasulsel@mail.com ( Marketing )
katasulsel@mail.com ( Kerjasama )