
Wajo, katasulsel.com — Kasus Murbei di Kabupaten Wajo, Sulawesi selatan, masih jadi tanda tanya.
Hingga kini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo, belum menyampaikan perkembangan penyidikan secara terang-terangan. Kenapa. Ada apa ya?.
Dibagian lain, kalangan aktivis terus mendesak agar kasus ini dibongkar tuntas. Mereka menilai negara poteni rugi besar, rakyat yang jadi korbannya.

Proyek pengembangan tanaman murbei ini diduga kuat menyimpang. Duit negara yang digelontorkan malah jadi sumber masalah.
Bukan soal tanamannya yang tumbuh, tapi anggarannya yang diduga keras raib mengalir ke kantong-kantong bocor.
Kembali lagi. Beberapa waktu lalu, Kepala Kejari Wajo, Andi Usama Harun, melalui Kasi Intel, A. Saifullah, sudah berani bersuara terkait kasus ini. Sayang, sepertinya mulai ‘puasa’ lagi.
Kala itu, A. Saifullah menjelaskan jika kasus ini sudah di tahap penyidikan. Tapi, katanya belum ada tersangkanya, masih menunggu hasil audit.
Nah, ini yang menarik dan memantik reaksi aktivis. Pertanyaan besarnya, kapan hasil audit keluar? Entah.
Aktivis lokal, Marsose Gala yang sedari awal meragukan penegakan hukum terhadap kasus ini, tak tinggal diam.
Kepada media ini, Dia menegaskan jika kasus ini sudah menjadi ‘buah bibir’ di Kabupaten Wajo dan sudah terlanjur ditangani Kejari Wajo namun tak kunjung kelar.
Masuk ke inti, Marsose kembali membeberkan dugaan kejanggalan dalam proyek ini. Ia memulai dari proses tender.
Bersambung..
Marsose menduga kuat, pemenang tender dalam proyek tersebut sedari awal bermasalah.
Tiga rekanan yang ikut lelang, diduga tak memenuhi syarat sehingga kata Marsose mestinya batal. Namun anehnya, CV Massalangka tetap mengelola proyek ini. Infonya, lewat penunjukan langsung (PL). Main mata?
Jelas kejanggalannya bukan cuma disitu. Masuk ke pelaksanannya. Anggaran pemeliharaan tanaman keluar. Tapi, mana tanamannya? Nihil. Tanah kosong. Duitnya ke mana?
Makin lucu, ada dugaan intervensi dari oknum berpengaruh sehingga CV Massalangka tersebut muncul jadi pelaksana proyek. Bahkan bibit murbei harus diambil dari satu perusahaan tertentu. Ada permainan?
Tiga masalah mencolok. Tender bermasalah, anggaran pemeliharaan fiktif, dan dugaan intervensi politis. Semua mengarah ke satu kemungkinan: korupsi. Sesuai UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001, ini bisa masuk kategori memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Marsose pun yakin, proyek ini rawan korupsi. Negara bisa rugi besar. Dia mendesak Kejari Wajo segera bertindak. Tidak tanggung-tanggung menangani. Bukannya diam.
Bersambung…
“Mestinya getol dong. Jangan sampai aktivis dan masyarakat kurang percaya lagi kepada kejaksaan (Kejari Wajo) dalam hal penegakan hukum korupsi, iyakan, apalagi ini sudah ditangani sejak lama dan tak kunjung ada kejelasan, kasusnya mandek alias ‘mogok’,” ujar Marsose.
Marsose menegaskan, siklus dan potensi kerugiaan negara dibalik proyek ini sangat jelas dan besar, sehingga kata dia, tidak ada alasan kejaksaan tidak mampu menyeret terduga pelaku-pelakunya.
“Jadi kalau menurut saya yah. Audit jangan jadi alasan mandeknya penyidikan. Publik butuh kejelasan. Kalau memang ada yang salah, bongkar! Jangan ada yang main aman,” sindirnya. (*)
Tinggalkan Balasan