KatasulselcomOrganisasi Islam Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia.

Namun tak banyak yang tahu, dibalik perkembangannya itu, ada sosok KH Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah yang juga Pahlawan Nasional Indonesia.

Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Jogja pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).

Lalu, seperti apa sosok KH Ahmad Dahlan?, sang pendiri Muhammadiyah tersebut?

Berikut profil lengkapnya, dikutip pojoksuramadu.com dari situs resmi Institut Agama Islam Negeri Pare.

Nama kecil KH Ahmad Dahlan adalah Raden Ngabei Ngabdul Darwis, kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy.

KH Ahmad Dahlan lahir di Kauman Jogja pada 1868. Ayahnya seorang ulama bernama KH Abu Bakar bin KH Sulaiman, pejabat khatib di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta.

Ibunya, putri dari H. Ibrahim bin K.H. Hassan, yaitu seorang pejabat penghulu kesultanan.

KH Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Dalam silsilah keluarga, ia termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan terkemuka di antara Wali Songo, pelopor pertama penyebaran Islam dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai sosok yang cerdas. Pada usia 8 tahun ia sudah bisa membaca Al-Quran dengan lancar. Nama Muhammad Darwis berganti menjadi Ahmad Dahlan sepulang dari tanah suci.

Tak lama setelah itu, ia menikah dengan Siti Walidah, puteri Kyai Penghulu Haji Fadhil yang kemudian dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi Ketua Aisyiyah juga Pahlawan Nasional.

Dari pernikahannya dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan dikaruniai enam anak, yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.

Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Munawwir Krapyak.

Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari pernikahannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu Cianjur yang bernama Dandanah). Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

Pada tahun 1890 ibunya meninggal dan pada 1896 ayahnya meninggal dunia. Setelah ayahnya meninggal, posisi Khatib Amin Kraton dan Penghulu Masjid Besar Yogyakarta diserahkan ke Ahmad Dahlan.

Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan semakin mengukuhkan sosoknya sebagai ulama atau kyai yang memperoleh legitimasi Keraton sebagai simbol kekuasaan dalam masyarakat Jogja

Pendidikan dan Karier KH Ahmad Dahlan

Semasa kecilnya, KH Ahmad Dahlan tidak belajar di sekolah formal. KH Ahmad Dahlan diasuh dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri.

Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar, diantaranya ialah KH Muhammad Saleh, KH Muhsin, KH R. Dahlan, KH Mahfudz dan Syaikh Khayyat Sattokh, Syekh Amin, Sayyid Bakri, serta beberapa guru lainnya.

Ketika usianya menginjak 15 tahun pada tahun 1883, atas persetujuan Kyai Ketib Amin, KH Ahmad Dahlan memperdalam ilmu agamanya ke Makkah, sekaligus melaksanakan ibadah haji.

Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.

Sepulang dari ibadah hajinya, kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin meningkat.

Ia membuka kelas belajar dengan membangun pondok guna menampung murid yang hendak belajar ilmu umum seperti ilmu falaq, ilmu tauhid, dan tafsir.

Ia juga intensif berkomunikasi dengan berbagai kalangan ulama intelektual dan kalangan pergerakan seperti Budi Utomo dan Jamiat Khair.

Kurang puas dengan kunjungan pertamanya ke Makkah, Ahmad Dahlan berangkat lagi pada tahun 1903 dan menetap selama dua tahun. Saat itulah ia banyak bertemu dan melakukan muzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Makkah.

KH Ahmad Dahlan Mendirikan Organisasi Islam Muhammadiyah
Pengalaman serta ilmu dari Timur Tengah yang didapat mendorong KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Ia mendapat banyak dukungan dari teman-temannya.

Anggota Budi Utomo yang paling mendukung segera didirikannya sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas Rasyidi siswa Kweekschool di Yogyakarta dan R. Sosrosugondo seorang guru di sekolah tersebut.

Pada 18 November 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Jogja. Sebelumnya, pada tahun 1911 KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.

Sekolah ini tidak saja diberikan pelajaran mengaji Al-Quran, tetapi juga ilmu hitung, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya. Madrasah ini dapat dikatakan sebagai sekolah modern, menggabungkan pendidikan tradisional dan pendidikan umum.

Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan merupakan organisasi yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan.

Tujuan organisasi ini adalah menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumiputra dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan (tingkat dasar sampai perguruan tinggi), mengadakan rapat-rapat dan tabligh, mendirikan badan wakaf dan masjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah.

Seiring perkembangan zaman, aktivitas yang dilakukan Muhammadiyah dalam membangun masyarakat Islam yang berlandaskan pada Al-Quran dan hadis terus bertambah.(*)

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com