Sidrap, Katasulsel.com– Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), kembali dikejutkan oleh kabar duka yang menyayat hati.
Di sebuah rumah panggung sederhana di Lingkungan II Pemantingan, Kelurahan Wala, Kecamatan Maritengngae, seorang lelaki sepuh ditemukan dalam kondisi telah membusuk—meninggal dunia dalam sunyi, tanpa pelukan keluarga, tanpa ucapan selamat jalan.
La Hafi, nama yang lekat di kalangan tetangga sebagai petani sederhana, menutup usia di usia 70 tahun. Ia tinggal seorang diri. Anak-anaknya telah lama merantau ke Makassar dan Kalimantan, menjauh dari rumah kecil yang dulu mungkin pernah riuh oleh suara keluarga.
Penemuan jasad La Hafi bermula dari kepekaan sosial seorang tetangga, Hj. Erna, yang mencium aroma tak lazim dari arah rumah korban.
Ketika pintu rumah dibuka, tubuh La Hafi ditemukan telah tak bernyawa, dalam kondisi mengenaskan. Dokter dan aparat memperkirakan ia telah meninggal 6 hingga 7 hari sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Diduga kuat ia wafat karena sakit yang tak tertangani.
Aparat kelurahan, Babinsa, dan jajaran Polsek Maritengngae bergerak cepat bersama tim medis untuk mengevakuasi jenazah ke RSUD Nene Mallomo guna memastikan penyebab kematian dan memberikan penanganan yang layak.
Namun, di tengah kegemparan warga atas peristiwa ini, beredar informasi lain mengenai penemuan tiga jenazah lain di lokasi berbeda, yakni di saluran irigasi wilayah Sidrap.
Hanya saja, meninggalnya La Hafi dan penemuan tiga jenazah tersebut diduga tidak terkait.
Kematian La Hafi murni karena faktor kesehatan dan usia lanjut, serta kehidupan yang dilalui dalam keterasingan sosial.
Tragedi ini membuka mata dan menyentuh nurani. Bahwa di tengah kemajuan zaman, masih ada kehidupan yang berjalan dalam senyap, tanpa perhatian, tanpa kepedulian.
Kematian La Hafi bukan hanya kehilangan satu jiwa, melainkan juga menjadi pengingat akan pentingnya membangun kembali jalinan sosial dan empati dalam lingkungan sekitar.
Karena mungkin saja, ada banyak “La Hafi” lainnya—menunggu satu ketukan pintu, satu sapa, sebelum semuanya terlambat. (*)
Editor: Edy Basri I Reporter: Harianto
Tidak ada komentar