Sidrap Jadi Rumah Besar ‘Sulsel Berkebun’
Minggu, 6 Juli 2025. Sidrap akan berbeda. Lebih dari sekadar jadi tuan rumah. Ia menjelma menjadi rumah besar bagi pohon-pohon gagasan.
Oleh: Edy Basri
Di Baranti, tepatnya di villa milik H. Zulkifli ZainâH. Pilliâakan digelar perhelatan besar: Pertemuan Akbar Komunitas Sulsel Berkebun.
Bukan hanya tentang Milad ke-7 komunitas âSulsel Berkebunâ. Tapi tentang apa yang bisa tumbuh dari tanah. Tentang akar yang saling mencengkeram. Tentang ide-ide yang mekar bukan karena pupuk, tapi karena cinta.
Komunitas Sulsel Berkebun, bukan komunitas biasa. Ia tidak tumbuh dari proposal, bukan pula dari rapat formal. Tapi dari satu benih yang disemai tujuh tahun lalu oleh Ibrahim Tally di Takalar. Dan hari ini, sudah ratusan tunas bermunculan.
Tercatat 629 anggota. Petani, birokrat, politisi, dosen, ASN, pengusaha. Semua bertemu dalam bahasa yang sama: bahasa tanah.
Mereka akan datang ke Sidrap. Duduk di bawah pohon. Berdiskusi di antara buah yang menggantung. Mendengar. Bertanya. Lalu mencoba.
Yang paling ditunggu: Agus Joko Susilo, ahli alpukat dan lengkeng dari Kediri. Ia tidak datang sebagai narasumber. Tapi sebagai pohon yang pernah merasakan kering dan badai.
Agus akan berbicara tentang kultur jaringan. Tentang partenokarpiâbuah tanpa biji yang tumbuh tanpa proses pembuahan. Tentang antagonisme mikroba, teknik grafting, hingga manipulasi sistem hormonal untuk mempercepat pembungaan.

Akan ada soal-soal teknis. Seperti rasio K-Mg (kalium-magnesium) dalam pembentukan rasa buah. pH substrat. Dan bagaimana tanah bisa bicara lewat kelembapannya.
Tapi yang utama: Agus diminta tidak memamerkan laboratorium. Tapi menghidupkan ilmu dalam wujud batang, daun, dan buah yang bisa disentuh.
Di tengah gegap gempita itu, terselip pula kejutan manis: musisi senior Fadlyâvokalis grup band legendaris Padiâdijadwalkan bergabung.
Tak sekadar tampil, tapi menyatu dalam semangat gerakan akar rumput. Fadly memang dikenal aktif dalam isu lingkungan dan pertanian berkelanjutan. Maka kehadirannya adalah sinyal: kebun dan seni bisa tumbuh dalam satu ruang jiwa.
Tak kalah penting, komunitas ini punya pembina nasional yang tak asing: Drs. H. Hamka B. Kady, MS. Seorang politisi sekaligus figur senior yang tekun mendorong gerakan pertanian rakyat berbasis komunitas. Ia menjadi pelindung sekaligus penyemai arah. Memberi payung, tapi membiarkan akar tumbuh bebas.
Dan di balik semua itu, ada figur yang tenang: H. Pilli.
Ia lebih suka berada di kebun daripada di podium. Lebih senang bicara sambil menyiram tanaman ketimbang di atas mimbar.
Tapi semua tahu, ia bukan politisi biasa. Sebagai anggota DPRD Sulsel, ia justru membangun âlaboratorium rakyatâ di halaman rumahnya. Lengkeng di barat. Durian di timur. Jambu kristal di tengah. Sistem irigasi tetes dipasang berdasarkan sensor kelembapan tanah. Pupuk diuji. Varietas dibandingkan. Mikroba diamati.
Itulah H. Pilli. Menyatu dengan kebun.
Baginya, membantu petani bukan lewat seminar. Tapi lewat percobaan. Lewat tanah yang dia cangkul sendiri. Lewat kesalahan yang dia alami langsung.
Ia mendengar petani. Tentang hama. Tentang gagal bunga. Tentang varietas yang tak cocok dengan mikroklimat. Lalu ia coba. Ia bandingkan. Ia buktikan.
Acara ini, kata H. Pilli, tak sekadar seremonial. Ini adalah simbol gerakan akar rumput yang berdaulat atas kebunnya sendiri. Karenanya, Bupati Sidrap H. Syaharuddin Alrif sangat diharapkan hadir membuka acara.
Karena kebun, sejatinya bukan hanya soal panen. Tapi soal kemerdekaan.
Di penghujung acara nanti, mungkin tak ada yang pulang dengan bingkisan. Tapi semua akan pulang dengan benih. Benih ilmu. Benih semangat.
Dan Sidrap? Ia akan dikenang bukan hanya sebagai lumbung beras. Tapi juga sebagai kebun gagasan.
Tempat di mana ilmu tak diajarkan, tapi ditanam.
Tempat di mana H. Pilli bukan hanya menumbuhkan buah. Tapi juga harapan.
Termasuk harapan untuk andil di acara Penas ke-17 yang dipusatkan di Gorontalo, 2026. (*)
đ˘ Ikuti Katasulsel.com di WhatsApp!
Dapatkan berita terpercaya dan update setiap hari langsung di ponsel Anda.
đ Klik di sini & tekan Ikuti