Rujab Bupati bukan hanya untuk sang bupati dan keluarganya. Tapi juga rumah ‘milik’ rakyat.
Siang itu panas bukan main. Keringat sudah membasahi baju para peserta gerak jalan. Tapi, semangatnya tidak ikut luntur.
Dari kejauhan, barisan panjang itu makin dekat. Yel-yel menggema, tepuk tangan penonton berbalas sorakan.
Yang bikin berbeda, tahun ini bukan lapangan kota yang jadi tujuan. Biasanya di sekitaran Monumen Ganggawa (Mogan), Kota Pangkajene.
Ribuan peserta diarahkan masuk ke Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Sidrap.
Pagar besar terbuka lebar. Halaman rujab megah yang biasanya sepi itu, mendadak riuh.
Anak-anak sekolah langsung berlari kecil begitu masuk halaman. Ada yang sengaja melambai ke warga yang menonton dari pinggir.
Ibu-ibu PKK asyik berfoto. Bapak-bapak lebih banyak duduk, meluruskan kaki, sambil berkata pelan: “Ndak salah, ternyata enak juga kalau masuk rujab.”
Memang, sejak H. Syaharuddin Alrif menjabat bupati, rujab ini tidak lagi terkesan rumah pejabat
Tidak lagi jadi tempat yang hanya boleh dimasuki tamu protokoler.
Seolah Syaharuddin ingin bilang: rumah jabatan bukan hanya milik pejabat, tapi milik semua orang Sidrap.
Sebelum-sebelumnya, berbagai kegiatan kemasyarakatan juga sering digelar di sini.
Dari pengajian, acara seni, sampai kumpul anak muda. Dan kini, gerak jalan Agustusan pun diarahkan masuk.
“Baru kali ini saya lihat peserta gerak jalan masuk rujab. Rasanya bangga sekali,” ujar seorang guru sambil mengelap peluh di dahi murid-muridnya.
Suasananya memang berbeda. Halaman rujab jadi seperti pasar malam mini. Ramai, tapi menyenangkan.
Tidak ada jarak. Tidak ada yang canggung. Warga, pejabat, anak sekolah, semua bercampur.
Buat sebagian orang, itu mungkin hal kecil. Tapi bagi warga Sidrap, ini adalah simbol. Bahwa pintu rujab terbuka artinya pintu pemimpin juga terbuka.
Bahwa rumah jabatan bukan hanya tempat kerja, tapi juga halaman bersama.
Dan siapa sangka, momen sederhana itu justru jadi kenangan manis Agustusan tahun ini.(*)
Tidak ada komentar