Namun, jalan panjangnya baru benar-benar terbuka ketika ia menempuh doktoralnya di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
Di kampus itu, ia belajar disiplin baru: bagaimana menulis artikel internasional, bagaimana riset harus diuji, dan bagaimana membangun jejaring dengan akademisi dunia.
UKM memberinya kunci, tapi Ismail yang memutar gagang pintunya. Dari sana ia masuk ke ruang besar: konferensi internasional.
Hampir setiap tahun, ia diundang. Ke Thailand, ke Malaysia, ke Eropa. Bukan hanya untuk hadir, tapi untuk bicara. Untuk mempresentasikan riset. Untuk berbagi pandangan.
1 Maret 2020, Fatoni University melantiknya sebagai Visiting Professor. Sebuah momen bersejarah. Tapi Ismail sendiri menanggapinya ringan. “Visiting professor itu seperti dosen luar biasa di Indonesia,” katanya.
Di luar negeri, profesor tamu diundang karena kepakaran. Mereka datang, memberi kuliah, membimbing riset, lalu kembali. Bukan posisi permanen.
Tetapi gelar itu memberi pengakuan: bahwa kepakaran Ismail diakui di negeri orang.
Lima tahun berselang, 26 Februari 2025, ia dilantik sebagai Distinguished Professor di North Bangkok University.
Gelar ini lebih berat. Bukan sekadar kunjungan singkat. Distinguished Professor berarti akademisi itu dianggap menonjol, punya kontribusi besar, dan dipercaya menjadi wajah internasional universitas tersebut.
Tentu saja, bagi banyak orang, ini sebuah kebanggaan. Tetapi bagi Ismail, semua itu hanya satu kata: tanggung jawab. “Apa gunanya profesor kalau tidak membuka jalan bagi mahasiswa?” katanya.
Ismail tidak pernah menutup capaian itu untuk dirinya sendiri. Ia segera memikirkan cara membawa mahasiswa Indonesia merasakan pengalaman serupa.
Tahun 2018, ia mengajak mahasiswa IAIN Parepare ke Fatoni University dalam program student mobility. Mereka belajar bersama mahasiswa Thailand, mengikuti kuliah, dan berdiskusi lintas budaya.
Ia bermimpi, program itu diperluas. Untuk S2, misalnya: satu tahun di Indonesia, satu tahun di Thailand. Dengan begitu, internasionalisasi pendidikan tidak hanya jargon di seminar kementerian.
Ada bentuk konkret: mahasiswa benar-benar kuliah lintas negara.
Bersambung………..
Tidak ada komentar