Bagi Ismail, profesor bukan puncak. Profesor adalah awal dari tanggung jawab baru: membawa mahasiswa Indonesia ke panggung dunia.
Membuka akses, memperluas jejaring, memperkenalkan kampus kita ke luar negeri.
Ia tahu, jalannya tidak mudah. Butuh dukungan kampus. Butuh kebijakan pemerintah. Tetapi ia tetap melangkah. Pelan-pelan. Konsisten.
Ismail Suardi Wekke bukan hanya akademisi. Ia adalah penulis. Ia adalah penghubung. Ia adalah anak kampung dari Camba yang membuktikan bahwa dunia bisa ditembus dengan pena, dengan riset, dengan ketekunan.
Gelarnya boleh bertambah. Undangan boleh datang silih berganti. Tapi ia tetap sederhana. Tetap menulis. Tetap mengajar. Tetap menjembatani.
Seperti sungai kecil di kampungnya yang akhirnya bertemu laut, perjalanan Ismail adalah aliran yang tak berhenti.
Dari Camba, Maros—ke Bangkok, ke Malaysia, ke Eropa. Dan mungkin, siapa tahu, ke lebih jauh lagi. (*)
Tidak ada komentar