Pesan tersirat dari Sidrap jelas: pengurangan TKD bukan sekadar masalah administratif, tapi ujian nyata bagi kemampuan kepala daerah.
Jika berhasil, daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, meski dana terbatas. Jika gagal, yang menanggung risiko tetap masyarakat.
Di tangan Syaharuddin, Sidrap mencoba membuktikan bahwa keterbatasan anggaran tidak akan menghentikan laju ekonomi rakyat, tapi menuntut kepala daerah yang berani turun ke lapangan, kreatif, dan cerdas mengatur setiap rupiah.
Dengan pemangkasan yang signifikan, Sidrap harus menjadi model bagaimana daerah bisa tetap bergerak di tengah keterbatasan, menjaga kesejahteraan rakyat, dan membuktikan bahwa pelayanan publik bukan sekadar proyek besar atau seremonial, tapi kemampuan mengeksekusi dengan cermat setiap rupiah dan inovasi.
Sidrap menghadapi 2026 bukan hanya sebagai ujian anggaran, tapi juga ujian kecerdikan dan komitmen pemimpin daerah. (edybasri)
Tidak ada komentar