Sidrap, katasulsel.com — Di tengah banyaknya polemik pengelolaan dana koperasi di berbagai daerah, langkah Pemerintah Desa Teteaji, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, patut diapresiasi. Mereka memilih keterbukaan ketimbang diam.
Melalui Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) yang digelar pada Selasa, 14 Oktober 2025, pemerintah desa bersama pengurus Koperasi Desa Merah Putih sepakat menempuh jalan transparansi untuk menyelesaikan kewajiban pengembalian pinjaman koperasi.
Suasana di Balai Desa Teteaji sore itu sederhana, tapi hangat. Pemerintah desa, BPD, pendamping desa, pengurus koperasi, tokoh masyarakat, hingga perwakilan anggota koperasi hadir dalam satu meja. Tak ada nada saling menyalahkan, yang ada justru semangat mencari solusi bersama.
Pendamping Koperasi Merah Putih, Poufy Annisa Silu, menyebut inisiatif Pemerintah Desa Teteaji sebagai langkah berani yang layak dicontoh.
“Pendekatan musyawarah seperti ini penting agar setiap langkah diketahui bersama. Dengan begitu, koperasi bisa tetap dipercaya dan terus berkembang,” ujarnya.
Sementara Kepala Desa Teteaji, Andi Gusli, menegaskan bahwa keterbukaan adalah kunci menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ekonomi desa.
“Kami ingin memastikan bahwa proses pengembalian pinjaman ini dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab. Musyawarah ini menjadi bentuk komitmen bersama untuk menjaga keberlangsungan koperasi sebagai pilar ekonomi desa,” tegasnya.
Hasil musyawarah itu menghasilkan empat kesepakatan penting. Pertama, penyusunan rencana dan jadwal pengembalian pinjaman disepakati bersama. Kedua, dukungan penuh dari pemerintah desa dan masyarakat terhadap penyelesaian kewajiban koperasi. Ketiga, pembentukan tim kecil yang akan memantau jalannya proses pengembalian. Dan keempat, laporan perkembangan akan diumumkan secara berkala kepada publik desa.
Langkah ini bukan sekadar administratif, tapi juga simbolik — pesan kuat bahwa kejujuran dan keterbukaan masih menjadi budaya dasar di Teteaji.
Dalam suasana ekonomi yang menuntut kehati-hatian, keberanian Pemerintah Desa Teteaji untuk membuka ruang dialog publik seperti ini menjadi contoh nyata bagaimana trust bisa menjadi modal sosial yang lebih kuat dari sekadar modal dana.
Teteaji mengajarkan bahwa membangun ekonomi desa tak melulu soal angka dan laporan keuangan, tapi soal menjaga kepercayaan—nilai yang membuat masyarakat tetap mau berjalan bersama. (*)
Editor: Harianto
Tidak ada komentar