Dalam operasi yang berlangsung di tengah minimnya sinyal telekomunikasi itu, Kepala Desa Lombo, Wahidin, juga turun membantu. Ia menunjukkan jalur semak yang dicurigai sebagai rute pelarian pelaku. “Tanpa bantuan warga, pencarian bisa lebih lama,” kata Kapolres memberi apresiasi.
Kapolres menuturkan, dari hasil tes urine, pelaku positif mengonsumsi sabu-sabu. Barang bukti alat hisap juga diamankan dari lokasi persembunyiannya. “Ia masih dalam pengaruh narkoba juga,” kata Kapolres.
Sebuah detail lain yang membuat kasus ini makin kelam: setelah menghabisi korban dengan parang, pelaku ternyata masih sempat menyayat tubuh korban dengan cutter yang telah ia siapkan sebelumnya. Sadis, sistematis, dan penuh amarah.
Kini, pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Polisi menyebut, dari seluruh bukti dan keterangan, motif kuatnya sudah terurai.
Tapi seperti biasa, publik hanya melihat hasil akhirnya — tanpa tahu betapa rumitnya membongkar kejahatan yang nyaris tak menyisakan tanda.
“Kalau saja kami terlambat sedikit, mungkin dia sudah lolos ke Sulteng,” kata Kapolres menutup konferensi pers.
Dan di balik ketegasan kalimat itu, tersirat kelegaan panjang: bahwa perburuan yang berat itu akhirnya selesai. Bahwa kerja cepat kadang bukan sekadar kecepatan fisik, tapi juga kecepatan membaca arah — arah pelarian, arah kebenaran. (*)
Tidak ada komentar